Welcome to my bloq... ^-^ Samika ^-^ STKIP KUSUMA NEGARA^_^

Minggu, 07 Januari 2018

PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK KEGIATAN PEMBELAJARAN (etnografi)



Proposal Penelitian PAUD Oleh SISKAWATI
UJIAN AKHIR  SEMESTER (UAS)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu :
Iswadi, M. Pd.
PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL UNTUK KEGIATAN PEMBELAJARAN UNTUK USIA 5-6 TAHUN DI TKIT AL MUFID DI SUKATANI BEKASI



Oleh:
SISKAWATI
NPM. 20158400091


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN  DAN  ILMU PENDIDIKAN
KUSUMA NEGARA JAKARTA

2018

PROPOSAL  ETNOLOGI
Nama Peneliti           :         Siskawati
NPM                           :         20158400091
Unit Kerja                  :        TKIT AL MUFID,Sukatani Bekasi
Judul Penelitian      :  PEMANFAATAN PERMAINAN TRADISIONAL DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN UNTUK USIA 5-6 TAHUN DI TKIT AL MUFID, SUKATANI Bekasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Penelitian
Pendidikan bagi anak usia dini merupakan program pengembangan kemampuan perkembangan bagi anak usia dini. Dalam undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 angka 14 menyatakan:
“Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.”

            Pelaksanaan pendidikan anak usia dini yang ditujukan bagi anak usia usia 0 hingga 6 tahun sepatutnya memperhatikan tahap perkembangan anak di tiap umurnya. Pada setiap umur, anak memiliki perbedaan perkembangan. Maka dari itu di setiap umur terdapat tahapan pencapaian pekembangan, tahapan pencapaian perkembangan ini juga tidak terlepas dari aspek-aspek perkembangan yang dimiliki oleh anak. Aspek-aspek perkembangan tersebut ialah aspek kognitif, aspek fisik motorik, aspek bahasa, aspek sosial emosional, dan aspek moral. Aspek perkembangan anak ini berjalan berdampingan satu dengan yang lain, maksudnya dalam mengembangkan kemampuan keterampilan anak, guru dan orangtua, tidak hanya berfokus pada satu aspek saja melainkan memberikan rangsangan pada segala aspek pada waktu yang bersamaan.
            Aspek perkembangan motorik merupakan proses memperoleh keterampilan dan pola gerakan yang dapat dilakukan anak. Keterampilan motorik diperlukan untuk mengendalikan tubuh (Moeslichatoen, 2004: 15). Perkembangan motorik ini mendukung perkembangan aspek-aspek lainnya. Seluruh aspek perkembangananak tidak dapat berjalan terpisah karena akan terjadi ketimpangan jika salah satu aspek tidak berjalan sesuai dengan yang seharusnya. Keterampilan motorik kasar merupakan bagian dari perkembangan motorik yang meliputi gerak seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh.
            Metode pengajaran yang sangat efektif untuk mengoptimalkan kemampuan motorik anak adalah bermain. Bermain menurut Gordon & Browne (dalam Moselichatoen, 2004: 24) merupakan pekerjaan masa kanak-kanak dan cermin pertumbuhan anak. Anggani Sudono (2010: 1) menyatakan bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat dimengerti bahwa bermain merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan ilmu dan memberikan rasa senang yang dimulai sejak masa kanak-kanak. Bagi anak-anak, bermain merupakan sarana untuk belajar dan menerima pengetahuan baru dengan cara yang menyenangkan.
            Bermain memberikan pelajaran bagi anak-anak untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan saling bertukar informasi. Permainan yang mendukung untuk interaksi ini terdapat dalam permainan tradisional. Menurut James Danandjaja (dalam Keen Achroni, 2012: 45) permainan tradisional adalah salah satu bentuk yang berupa permainan anak-anak, yang beredar secara lisan, di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun-temurun, serta banyak mempunyai variasi. Sesuai dengan pernyataan tersebut, Sukirman Dharmamulya (2008: 29) menyatakan bahwa permainan tradisional juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan. Dengan kata lain permainan tradisional merupakan aset budaya untuk mempertahankan identitas di antara kumpulan masyarakat yang berbeda.
            Pada kegiatan pembelajaran Taman Kanak-kanak sering kali permainan tradisional tidak diajarkan. Di TKIT AL Mufid, Sukatani Bekasi tempat peneliti melaksanakan KKN, permainan tradisional jarang dimainkan oleh anak-anak. Ketika pembelajaran, guru memilih membuat media baru untuk menunjang pembelajaran. Sedangkan pada saat istirahat, anak lebih memilih memainkan alat permainan yang ada seperti ayunan, jungkat-jungkit, dan papan luncur, daripada menggambar pola permainan engklek dan memainkannya atau bermain ular naga, yang hanya butuh pemain untuk pelaksanaannya. Anak-anak di TK tersebut memliki sifat mudah menyerap hal baru, seandainya mereka diajari untuk melakukan permainan tersebut, namun guru-guru yang ada di TKIT Rabbani tidak mengajarkannya. Penyebabnya adalah keterbatasan tenaga guru, karena usia guru TKIT Rabbani yang memasuki usia 50 tahun ke atas, sehingga tidak mampu meloncat dan berlari melebihi kapasitas kemampuan mereka.
            Sama seperti TK Rabbani, berdasarkan pengamatan peneliti pada bulan Oktober 2017, TKIT AL Mufid, Sukatani Bekasi juga jarang melaksanakan permainan tradisional di dalam pembelajarannya karena keterbatasan halaman sekolah. Gedung sekolah TKIT Rabbani tidak luas, terdapat pintu dan teras yang kecil dan halaman yang langsung berbatasan dengan jalan yang sering dilewati kendaraan. Di seberang jalan terdapat tanah yang cukup luas untuk bermain namun tanah tersebut tidak dapat dimanfaatkan karena sering dipakai untuk tempat parkir mobil. Berbagai macam kendala tersebut yang menyebabkan permainan tradisional tidak dapat dilaksanakan baik untuk pembelajaran maupun diwaktu istirahat. Maka dari itu, untuk melaksanakan pembelajaran, guru menggunakan media lain atau membuat kegiatan pembelajaran lagi. Padahal banyak permainan tradisional yang dapat menunjang kegiatan belajar anak.
            Berdasarkan pengamatan peneliti dalam setiap perbincangan di lingkungan sekitar, topik permainan tradisional banyak diperbincangkan. Pembicaraan dengan topik permainan tradisional menimbulkan banyak keluhan baik dari orang tua siswa tempat peneliti. Kesimpulan dari seluruh keluhan tersebut adalah keprihatinan orang dewasa dalam permainan anak-anak jaman sekarang. Menurut mereka, permainan modern dengan teknologi yang canggih saat ini mengubah kepribadian anak-anak. Kebebasan untuk berkumpul, bermain, dan bersenang-senang dengan teman sebaya tergantikan dengan permainan modern yang bersifat individual. Berbeda dengan beberapa tahun yang lalu ketika permainan tradisional masih menjadi primadona bagi anak-anak mulai usia TK hingga Sekolah Dasar (SD).
            Seorang wali siswa bernama Ira Puspita mengungkapkan bahwa anak-anaknya lebih memilih bermain i-Pad dan playstation daripada berkumpul dan bermain dengan anak-anak yang tinggal dilingkungannya. Permainan elektronik seperti yang ada di i-Pad dan playstation mengajarkan rasa kompetitif bagi anak namun tidak mengajarkan interaksi kepada orang lain, maka dari itu permainan elektronik dapat mengubah kepribadian seseorang menjadi individualis
            Permainan tradisional menurut Keen Achroni (2012 : 45-48) mempunyai banyak kelebihan yaitu tidak memerlukan biaya untuk memainkannya, melatih kreativitas anak, mengembangkan kecerdasan sosial dan emosional anak, mendekatkan anak-anak pada alam, sebagai media pembelajaran nilai-nilai, mengembangkan kemampuan motorik anak, bermanfaat untuk kesehatan, mengoptimalkan kemampuan kognitif anak, memberikan kegembiraan dan keceriaan, dapat dimainkan lintas usia, dan mengasah kepekaan anak. Kelebihan serta manfaat tersebut tidak didapatkan dalam permainan modern dengan teknologi canggih. Kelebihan ini juga didapatkan dalam pendidikan di sekolah. Bagi anak usia dini, Taman Kanak-kanak (TK) merupakan pendidikan kedua setelah keluarga.
            TKIT Al Mufid, Sukatani Bekasi merupakan sekolah yang mengajarkan permainan tradisional dalam pembelajarannya. TKIT AL Mufid, Sukatani Bekasi menyadari akan pentingnya permainan tradisional untuk mengembangkan potensi yang dimiliki anak usia dini. TKIT Al Mufid, Sukatani Bekasi melakukan pengenalan serta pembiasaan permainan tradisional. Permainan tradisional dilaksanakan seminggu tiga hingga empat kali dalam pembelajarannya dan pada saat istirahat anak juga memainkannya. Namun tidak semua permainan tradisional dapat dilakukan di TKIT Al Mufid, Sukatani Bekasi mengingat adanya keterbatasan mengenai wilayah atau tempat bermain anak yang tidak terlalu luas, usia anak-anak yang tidak mampu memahami seluruh permainan tradisional, dan jam pelajaran yang singkat.
            Bukan hanya satu jalan ke Roma, prinsip ini digunakan oleh guru TKIT Al Mufid, Sukatani Bekasi untuk mengajarkan permainan tradisional melalui kegiatan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Permainan tradisional yang dipakai oleh TKIT Al Mufid, Sukatani Bekasi adalah ular naga dan petak umpet. Petak umpet digunakan guru-guru untuk mengajarkan berhitung secara berurutan dan ular naga digunakan sebagai sarana untuk melatih aspek perkembangan motorik anak.
            Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti mengangkat judul “Pemanfaatan Permainan Tradisional untuk Kegiatan Pembelajaran di TKIT Al Mufid”



B.   Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memfokuskan penelitian pada
a)    Pemanfaatan permainan tradisional untuk kegiatan pembelajaran di TKIT Al Mufid, Sukatani Bekasi.
C.   Rumusan Masalah
Menurut uraian latar belakang dan fokus penelitian maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a)    Bagaimana pemanfaatan permainan tradisional untuk kegiatan pembelajaran di TKIT Al Mufid, Sukatani Bekasi?

D.   Kegunaan Masalah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis dan praktis antara lain:
1.    Manfaat Teoritis
Dapat mengembangkan pengetahuan terkait permainan tradisional yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran, terutama di Taman Kanak-kanak.
2.    Manfaat Praktis
a)    Bagi kepala sekolah, meningkatkan kualitas sekolah dan pengembangan pembelajaran di sekolah dalam pengajaran permainan tradisional bagi siswa.
b)    Bagi guru, meningkatkan kreativitas guru dalam mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak dengan menggunakan permainan tradisional sebagai kegiatan pembelajaran
c)    Bagi pembaca, penelitian ini semoga berguna dalam permainan tradisional dalam mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak.
d)    Bagi peneliti. dapat mengetahui, mengklasifikasi jenis permainan tradisional yang dapat mengembangkan aspek perkembangan anak usia dini serta melestarikan lingkungan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.   Kegiatan Pembelajaraan
1.    Pengertian Pembelajaraan
Pengertian pembelajaran telah dikemukakan oleh banyak pakar. Menurut Susilo (2007:177), pembelajaran merupakan proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan tingkah laku kearah yang lebih baik. Dalam interaksi tersebut banyak yang mempengaruhinya, baik faktor internal yang sedang datang dari dalam individu maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Tugas guru yang paling utama dalam pembelajaran adalah mengkoordinasi lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku pada peserta didik. Menurut E. Mulyasa (2003 : 100) pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. Tugas pendidik atau guru yang paling utama dalam pembelajaran adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan perilaku bagi peserta didik.
Pembelajaran memfokuskan seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Winataputra (2008:119), menyatakan bahwa pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan terjadinya proses belajar pada siswa. Belajar merupakan proses atau aktivitas mental yang tidak dapat dilihat kecuali gejala-gejalanya saja yang tampak dari luar sebagai akibat interaksinya dengan lingkungan sekitarnya (Sanjaya, 2006:100) 10 tahun terakhir. Istilah pembelajaran menunjukkan ”adanya usaha peserta didik untuk mempelajari bahan pelajaran sebagai akibat perlakuan guru” (Sanjaya, 2006: 102) 10 tahun terakhir. Berdasarkan uraian beberapa pengertian di atas, dapa disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses bersama antara guru dan murid dalam upaya menjadikan siswa memahami suatu materi pelajaran, dalam hal ini siswa dan guru aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran pada anak usia dini khususnya taman kanak-kanak pada dasarnya menerapkan esensi bermain. Esensi bermain tersebut meliputi perasaan menyenangkan, gembira, aktif, dan demokratis. Sehingga menarik anak untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak betah untuk duduk tenang mendengarkan ceramah gurunya, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan orang dilingkungannya, baik secara fisik maupun mental (Panitia Sertifikasi  Guru Rayon XII Universitas Negeri Semarang (2008: 15)

2.    Kegiatan dalam Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran mencakup aktivitas guru dan aktivitas siswa selama proses belajar mengajar. Keaktifan guru dan siswa sangat penting dalam mencapai keberhasilan belajar. Keaktifan belajar tercermin pada aktivitas siswa, namun aktivitas belajar itu sendiri bermacam-macam.Sumadi Suryabrata (2006: 230) 10 tahun terakhir, ada aktivitas yang jelas sebagai aktivitas belajar, ada pula yang tidak jelas karena aktivitas tersebut terkait dengan pilihan atau kegemaran. Mengutip pendapat Paul B. Diedrich (Nasution, 2010: 91) aktivitas dalam kegiatan belajar dapat berupa:
a.    Visual activities seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.
b.    Oral Activities seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, member saran, berpendapat, diskusi, interupsi.
c.    Listening Activities seperti mendengarkan uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d.    Writing Activities seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, menyalin.
e.    Drawing Activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram.
f.      Motor Activities seperti yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstraksi, model, mereparasi, berkebun, beternak.
g.    Mental Activities seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, mengambil keputusan.
h.    Emotional Activities seperti misalnya, merasa bosan, gugup, melamun, berani, tenang.


Keaktifan siswa dalam belajar tampak dalam kegiatan berbuat sesuatu untuk memahami materi pelajaran. Menurut Uzer Usman (2002: 26) 10 tahun terakhir cara yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki keterlibatan siswa antara lain sebagai berikut.
a.    Tingkatkan persepsi siswa secara aktif dalam kegiatan belajar mengajar yang membuat respon aktif dari siswa.
b.    Masa transisi antara kegiatan dalam mengajar hendaknya dilakukan secara cepat dan luwes
c.    Berikan pelajaran yang jelas dan tepat sesuai dengan tujuan mengajar yang dicapai
d.    Usahakan agar pengajaran dapat lebih mengacu minat siswa
Penjelasan dari beberapa sumber di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran merupakan aktivitas belajar, baik aktivitas tersebut tampak jelas ataupun tidak. Aktivitas yang jelas tampak yaitu segala aktivitas visual, oral, listening, writing, drawing, dan aktivitas motor. Aktivitas yang bisa jadi tidak tampak yaitu aktivitas mental dan emosional.

3.    Faktor-Faktor dalam Pembelajaraan
Kegiatan pembelajaran melibatkan banyak factor yaitu guru, siswa, materi pelajaran, metode belajar, fasilitas belajar serta evaluasi belajar seperti diuraikandi bawah ini.

a.    Guru
Guru memiliki tiga peran utama dalam proses belajar dan mengajar di sekolah, yaitu: sebagai perancang pengajaran, sebagai manajer pengajaran, berperan melakukan evaluasi pengajaran (Deporter dkk, 2001:121) 10 tahun teakhir. Dilihat dari kegiatan yang melibatkan guru, guru memiliki banyak peran yaitu:
Ø  Pembimbing
Ø  Guru
Ø  Modernis
Ø  Model
Ø  Peneliti
Ø  Konselor
Ø  Pencipta
Ø  Pemberi inspirasi
Ø  Aktor
Ø  Pengevaluasi

b.    Siswa
Setiap peserta didik memiliki karakteristik individual yang khas dan terus berkembang meliputi perkembangan emosional, moral, intelektual, dan sosial. Perkembangan ini berpengaruh terhadap kemampuan peserta didik sebagai subjek pendidikan (Sunarto dan Hartono, 2002: 181).

c.    Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran merupakan bagian dari kurikulum yang disajikan dalam pembelajaran. Menurut Saodih dan Ibrahim (2003 100) 10 tahun terakhir ”materi pembelajaran merupakan suatu yang disajikan guru untuk diolah dan kemudian dipahami oleh siswa, dalam rangka pencapaian tujuan intruksional yang telah ditetapkan”.

d.    Metode Belajar
Metode secara sederhana berarti “suatu cara yang harus dilalui untuk menyajikan bahan pelajaran agar tercapai tujuan pendidikan” (Mahmud dan Priatna, 2005: 51) 10 tahun terakhir.

e.    Sarana Belajar
Pengertian sarana pendidikan menurut Suharsimi Arikunto (2008:273) merupakan “semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien.” Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud atau tujuan tertentu, sedangkan menurut E. Mulyasa (2004:49) sarana pendidikan adalah “peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan dan menunjang proses pendidikan, khususnya proses belajar, mengajar seperti gedung, ruang kelas, meja, kursi serta alat dan media pengajaran.”

f.     Evaluasi Belajar
Evaluasi didefinisikan sebagai penelitian yang sistemik atau yang teratur tentang manfaat atau guna bebe rapa objek (Tayipnapis, 2000: 5). Dengan 15 demikian, evaluasi akan menghasilkan informasi tentang pelaksanaan dan manfaat suatu program. Informasi ini dapat digunakan untuk memperbaiki pelaksanaan itu sendiri, perbaikan program  maupun  untuk dipertanggungjawabkan oleh pelaksana



B.   Permainan Tradisional
1.    Pengertian Permainan Tradisional
Permainan adalah sebuah aktivitas yang menyenangkan dengan terlibat di dalamnya, ketika fungsi serta bentuknya bervariasi (Santrock, 2011: 124). Permainan merupakan sarana bagi anak untuk mencurahkan energi melalui aktivitas atau kegiatan yang menyenangkan. Bagi Daniel Berlyne (dalam Santrock, 2011: 124) permainan digambarkan sebagai sesuatu yang menarik danmenyenangkan karena memuaskan dorongan eksplorasi kita. Piaget (dalam Santrock, 2004: 124) 10 tahun terakhir juga menyatakan bahwa permainan memajukan perkembangan kognitif anak-anak.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa permainan berarti sebagai sebuah aktivitas yang menyenangkan dan memuaskan dorongan eksplorasi serta dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak-anak. Melalui permainan, segala aktivitas menjadi menyenangkan. Bagi anak, secara sadar ataupun tidak, dirinya meningkatkan potensi kecerdasan dalam dirinya. Anak belajar untuk mengeksplorasi kemampuan dirinya, mengalami sendiri kejadian sehari-hari, menemukan solusi bagi permasalahan yang dihadapinya, dan mengembangkan imajinasi untuk menciptakan sesuatu maupun berinovasi terhadap suatu hal yang sudah tercipta.
Anggani Sudono (2010: 1) menyatakan bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi pada anak. Definisi lebih lanjut telah dijelaskan oleh Huizinga (dalam Sukirman Dharmamulya, 2008: 19) bahwa bermain sebagai voluntary activity existing outside ordinary life, totally absorbing, unproductive, occurring within acircumscribed time and space ordered by rules and characterized by group relationships which surround themselves by secrecy and disguise. Schwartzman (dalam Sukirman Dharmamulya 2008: 20) mendefinisikan bermain sebagai persiapan untuk menjadi dewasa, suatu pertandingan yang akan menghasiilkan yang kalah dan yang menang, perwujudan dari rasa cemas dan marah, dan suatu hal yang tidak sangat penting dalam masyarakat. Bermain merupakan naluri alamiah yang telah melekat pada diri anak sejak bayi (Achroni, 2012: 15). Berdasarkan definisi para ahli tersebut bermain merupakan aktivitas yang menyenangkan yang menghasilkan pengetahuan yang dilakukan dengan senang hati tanpa keterpaksaan yang melibatkan kegiatan seluruh tubuh.
James Danandjaja (dalam Achroni, 2012: 45) mengungkapkan permainan tradisonal adalah salah satu bentuk yang berupa permainan anak-anak yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional dan diwarisi turun-temurun, serta banyak mempunyai variasi. Para ilmuwan sosial dan budaya Indonesia menyatakan bahwa permainan tradisional merupakan unsure - unsur kebudayaan yang tidak dapat dianggap remeh, karena permainan ini memberikan pengaruh yang tidak kecil terhadap perkembangan kejiwaan, sifat, dan kehidupan sosial anak di kemudian hari (Budisantoso dkk., dalam Dharmamulya, 2008: 29). Sukirman Dharmamulya (2008: 29) juga mengungkapkan bahwa permainan tradisional juga dianggap sebagai salah satu unsur kebudayaan yang memberi ciri atau warna khas tertentu pada suatu kebudayaan maka dari itu permainan tradisonal anak-anak juga dapat dianggap sebagai aset budaya sebagai modal bagi suatu masyarakat untuk mempertahankan keberadaannya dan identitasnya di tengah kumpulan masyarakat yang lain.
Pernyataan para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa permainan tradisional merupakan permainan yang memiliki unsur kebudayaan yang beredar secara lisan dan turun-temurun serta memiliki beragam variasi yang memberikan banyak pengaruh pada perkembangan sifat, kejiwaan, dan sosial anak di kemudian hari. Selain pengaruh pada perkembangan tersebut, permainan tradisional juga memberikan manfaat untuk perkembangan fisik motorik anak usia dini karena beberapa variasi permainan tradisional membutuhkan aktivitas gerakan sebagian besar tubuh.

2.    Fungsi Permainan Tradisional
Permainan yang merupakan bagian penting dari kehidupan serta perkembangan anak-anak memiliki banyak fungsi. Para ahli dan teoretikus mengemukakan berbagai macam fungsi permainan berdasarkan pada aspek-aspek yang berbeda dari permainan. Freud dan Erikson menyatakan bahwa permainan berfungsi untuk membantu anak mengatasi kecemasan dan konflik (Santrock,2011: 124). Ketegangan reda dalam permainan sehingga anak-anak mampu mengatasi permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Jika ketegangan yang dialami anak terus menumpuk berpotensi menimbulkan konflik. Oleh karena itu para terapis menggunakan permainan sebagai salah satu sarana dalam terapi mereka untuk memecahkan konflik anak serta menemukan cara untuk mengatasinya. Melalui permainan anak dapat mengekspresikan diri dan tidak merasa terancam.
Piaget (dalam Santrock, 2011: 124) menyatakan bahwa permainan memajukan perkembangan kognitif anak. Hal ini dibuktikan dengan anak-anak yang mempraktekkan kemampuan mereka dalam permainan serta memperoleh keterampilan baru melalui cara yang santai dan menyenangkan. Permainan mendorong anak untuk melakukan eksplorasi, terlibat dalam suatu kegiatan yang kompleks namun menggembirakan. Melalui eksplorasi, anak mendapatkan informasi baru secara aman serta memuaskan rasa ingin tahu. Permainan juga berperan penting dalam perkembangan bahasa anak. Interaksi sosial yang terjadi selama permainan berguna bagi keterampilan membaca dan menulis anak-anak (Coplan & Arbeau dalam Santrock, 2011: 124). Maka dari itu, permainan memiliki peranan penting sebagai sarana untuk membantu mengembangkan aspek perkembangan anak.
Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa permainan berfungsi untuk mengatasi kecemasan dan konflik, membantu mengembangkan kemampuan kognitif, bahasa, dan interaksi sosial yang dimiliki anak.

3.    Jenis Permainan Tradisional
Sebagai salah satu wujud budaya yang diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya, permainan tradisional memiliki banyak macam serta jenis. Permainan tradisional juga ditampilkan menurut kategorisasi pola permainan. Kategorisasi tersebut antara lain berm ain dan bernyanyi, dan atau dialog; bermain dan olah pikir; serta bermain dan adu ketangkasan (Dharmamulya, 2008: 35). Namun tidak semua permainan tradisional dapat dilaksanakan dalam kegiatan TK. Sesuai dengan perkembangan yang dialami oleh anak TK, maka permainan tradisional yang mampu dilaksanakan dalam kegiatan TK antara lain sebagai berikut:
a)    Cublak-Cublak Suweng
Permainan Cublak-cublak suweng merupakan permainan asal Pulau Jawa yang dimainkan oleh sekelompok anak. Keen Achroni (2012: 146) menjelaskan bahwa sebelum memulai permainan para peserta melakukan hompimpah atau pingsut untuk menentukan siapa yang jadi. Anak yang jadi kemudian duduk di tengah dengan menelungkupkan badan sementara yang lain duduk mengelilingi anak yang jadi dan meletakkan telapak tangan menghadap ke atas pada punggung anak yang jadi. Salah seorang dari mereka, mengambil sebuah kerikil atau benda kecil lainnya dan memindahkan kerikil dari telapak tangan satu ke telapak tangan yang lain sambil bernyanyi cublak-cublak suweng
Lirik lagu cublak-cublak suweng adalah sebagai berikut: Cublak cublak suweng, suwenge teng gelenter. Mambu ketundhung gudhel, pak empo lera-lere. Sopo ngguyu ndhelikake Sir sirpong dele kopong, sir sirpong dele kopong
Lagu dapat dinyanyikan hingga dua kali dan pada saat bersamaan kerikil dipindah-pindah dari tangan ke tangan. Pada bait terakhir semua anak yang duduk mengitari anak yang jadi menggenggam tangan dan menyentuhkan serta memainkan kedua telunjuk, hal ini untuk mengecoh anak yang jadi agar sulit menebak pemain mana yang memegang kerikil. Anak yang jadi bangun dari posisinya, kemudian menebak pemain yang menggenggam kerikil. Jika tebakannya benar, maka anak yang memegang kerikil bergantian jadi, namun jika salah maka anak yang menebak tadi tetap menjadi pemain yang jadi. Permainan ini dilakukan berulang-ulang, sehingga untuk mengakhirinya butuh kesepakatan diantara pemain.
Manfaat yang didapat dari bermaincublak-cublak suweng (Achroni, 2012:147) adalah:
Ø  Memberikan kegembiraan pada anak
Ø  Membangun sportivitas anak
Ø  Melatih kemampuan anak untuk jeli mengamati dan membaca keadaan sehingga dapat menebak dengan jitu
Ø  Mengasah kepekaan musikal anak karena dimainkan sekaligus dengan bernyanyi
Ø  Sebagai media bagi anak untuk berinteraksi
Permainan cublak-cublak suweng ini dapat dilakukan oleh anak umur 4-6 tahun. Mereka tidak perlu susah payah untuk berpikir, hanya melakukan saja maka anak dapat menjalankannya dengan baik.

b)    Jamuran
Permainan tradisional Jawa lainnya adalah jamuran. Keen Achroni (2012:140) menjelaskan bahwa permainan ini dilakukan secara bersama-sama dengan menyanyikan lagu dolanan anak. Pola lantai permainan jamuran ini adalah sebuah lingkaran dengan satu anak menjadi pusat atau berdiri di tengah. Penentuan siapa yang akan menjadi pusatnya adalah dengan hompimpah atau pingsut. Selanjutnya, anak yang lain bergandengan tangan mengelilingi anak yang di tengah dan bergerak memutar berbentuk lingkaran sambil menyanyikan sebuah lagu. Syair lagu adalah: Jamuran ya ge ge thok, jamur apa ya ge ge thok. Jamur gajih mbrejijih sak ara ara, sira badhe jamur apa?
Usai menyanyikan lagu tersebut, anak yang jadi kemudian menjawab. Misalnya anak tersebut menyebutkan jamur patung, maka yang lain harus bermain berpura-pura menjadi patung. Setelah semua menjadi patung, anak yang jadi menggoda teman-temannya. Jika di antara patung-patung tersebut ada yang bergerak, tersenyum, tertawa, atau berbicara, maka ia mendapat giliran jadi dan permainan dilanjutkan dengan menyanyikan lagu lagi. Terdapat banyak pilihan jawaban untuk anak yang jadi tersebut, misalnya jamur telepon, jamur kursi, jamur monyet, jamur gajah, atau jamur motor. Anak-anak yang berada di lingkaran berpura-pura menjadi apa yang disebutkan temannya yang jadi.
Permainan ini sangat menyenangkan dan juga mengajarkan anak untuk berimajinasi. Mereka berlatih untuk menjadi sesuatu. Permainan ini memberikan banyak manfaat, antara lain:
Ø  Melatih spontanitas dan memahami instruksi dengan cepat
Ø  Memberikan kegembiraan karena permainan ini diwarnai oleh berbagai kelucuan
Ø  Memperkaya perbendaharaan kosakata anak karena permainan ini diiringi dengan nyanyian
Ø  Mengasah kecerdasan kinestetik anak karena permainan ini dimainkan dengan melakukan berbagai gerakan mulai dari berjalan melingkar hingga menirukan berbagai gerakan sebagaimana anak “yang jadi”.
Permainan jamuran dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak, karena permainan ini melatih kognitif anak dengan membayangkan menjadi sesuatu yang disebutkan, melatih moral dengan mengajarkan suportivitas, melatih kemampuan fisik motorik anak, melatih sosial emosional anak dengan adanya interaksi antar anak, dan melatih kemampuan bahasa anak karena dalam permainan ini anak mendapatkan perbendaharaan kata baru.

c)    Ular Naga
Permainan ini biasanya dilakukan dalam jumlah yang banyak. Keen Achroni (2012: 142) menjelaskan sebelum memulai permainan, anak-anak memilih dua orang temannya untuk menjadi “gerbang” (menyatukan tangan kedua anak di atas kepala membentuk “gerbang”). Anak- anak yang lain membentuk barisan kebelakang dan memegang pundak temannya kecuali anak terdepan. Kemudian, anak dalam barisan tersebut masuk ke dalam gerbang dan mengelilingi penjaga gerbang (seperti ular) sambil menyanyikan lagu: Ular naga panjangnya bukan kepalang. Menjalar-jalar selalu kian kemari. Umpan yang lezat itulah yang dicari. Ini dia yang terperangkap.
Pada saat lagu habis, kedua anak yang menjadi gerbang akan menurunkan tangan dan menangkap anak yang tepat berada di antara mereka. Pemain yang tertangkap kemudian memilih untuk bergabung dengan salah seorang penjaga gerbang dan berbaris dibelakangnya. Permainan dilanjutkan kembali sampai semua terbagi dalam dua kelompok penjaga gerbang. Seluruh anggota kelompok berpegangan pada pinggang teman didepannya. Kelompok dengan jumlah paling sedikit harus mengejar dan menangkap pemain paling belakang dari kelompok lain. Anak yang berada paling depan menjadi kepala. Bagi kelompok yang paling sedikit, anak terdepan menjadi pemain yang menangkap pemain paling belakang kelompok lawan. Sedangkan bagi kelompok dengan jumlah anggota terbanyak, anak terdepan menjadi pelindung anggota.
Pemain paling belakang, yang menjadi incaran, harus memegang kuat-kuat pinggang teman didepannya sehingga tidak mudah ditarik lawan. Selain itu, pemain belakang harus lincah berlari menghindari lawan. Jika pegangan pemain belakang terlepas, maka pemain tersebut kalah dan harus pindah ke barisan kelompok lawan. Permainan dilanjutkan hingga pemain dari kelompok yang panjang habis. Kelompok dengan pengikut paling banyak adalah pemenang.
Permainan ular naga ini memberikan banyak manfaat. Manfaat permainan ini seperti yang dijelaskan Keen Achroni (2012: 144) adalah sebagai berikut:
Ø  Memberikan kegembiraan pada anak
Ø  Mengajarkan kerja sama tim, kekompakan, kebersamaan, dan kesetiakawanan
Ø  Mengajarkan semangat pantang menyerah untuk meraih kemenangan
Ø  Mengasah kecerdasan musikal anak karena dimainkan sambil bernyanyi
Ø  Mengajarkan toleransi dan menghormati pilihan orang lain
Ø  Sebagai media bagi anak untuk berinteraksi dan bersosialisasi denganteman-teman di lingkungan sekitar

d)    Petak umpet
Permainan petak umpet adalah permainan yang terkenal di seluruh wilayah Indonesia. Permainan ini sangat nasional bahkan internasional, karena di Inggris permainan ini juga dikenal dan disebut hide and seek. Prinsip permainan ini adalah menemukan teman yang bersembunyi (Achroni, 2012: 67). Semakin banyak anak yang mengikuti petak umpet, makan permainan semakin asyik dan menyenangkan. Permainan ini diawali dengan menentukan giliran jaga. Giliran jaga ini ditentukan dengan hompimpah dan pingsut. Setelah hompimpah dan pingsut, anak yang mendapat giliran jaga memejamkan mata dan menghadap tembok, pohon, atau apa saja agar dia tidak dapat melihat teman-temannya bersembunyi. Tempat tersebut biasa disebut benteng, daerah lain ada yang menyebut hong, bon, atau inglo. Anak yang mendapat giliran jaga tersebut bertugas menghitung selagi anak lain bersembunyi.
Ada beberapa versi menghitung. Ada yang menghitung berdasarkan kesepakatan. Misal 10 hitungan, 20, 30, dan seterusnya. Versi lain dengan cara seorang anak yang akan bersembunyi berdiri di belakang anak yang bersembunyi kemudian Njawil atau mencolek punggung temannya. Anak yang mendapat giliran jaga berbalik dan menebak jari mana yang tadi digunakan untuk njawil. Jika benar maka anak tersebut hanya menghitung sepuluh hitungan, jika salah maka setiap jari yang ditebak bernilai 10 hitungan dan berlaku akumulasi hingga jari yang dipakai njawil tertebak. Saat menentukan hitungan ini, anak dapat menggunakan kedua tangan atau hanya satu tangan, maksimal hitungan 100. Siswa TK belum mampu berhitung lebih dari 10, walaupun ada yang mampu hingga 30. Sehingga jika permainan ini di terapkan bagi anak TK, maka hitungan yang dapat digunakan adalah 10 hitungan.
Usai menentukan hitungan, anak yang jaga mulai menghitung, sedangkan teman-temannya yang lain mencari tempat bersembunyi. Setelah menyebutkan hitungan yang terakhir, anak yang jaga mencari dimana teman-temannya bersembunyi. Setiap kali menemukan temannya yang bersembunyi, anak yang jaga harus berlari secepat mungkin menuju benteng, menyentuh benteng, dan meneriakkan nama anak yang ditemukannya. Pencarian ini dilakukan berulang kali hingga seluruh teman-temannya ditemukan. Pemain yang jaga dinyatakan kalah ketika pemain yang bersembunyi lebih cepat sampai ke benteng dan menyentuh benteng atau ketika pemain yang jaga sudah sampai di benteng namun lupa menyebutkan nama teman yang ditemukan.
Pemain jaga akan tetap menjadi pemain jaga jika ada salah satu temannya yang mampu menyentuh benteng untuk menyelamatkan teman yang kalah tanpa diketahui olehnya. Peraturan dengan versi lain, seluruh anak yang bersembunyi mampu menyentuh benteng lebih cepat atau tanpa diketahui pemain jaga. Peraturan ini berlaku tergantung kesepakatan para pemain petak umpet. Ketika pemain jaga mampu mengalahkan semua pemain yang bersembunyi, maka pemain jaga berhak menjadi pemain yang bersembunyi dan perannya digantikan oleh salah satu temannya yang kalah. Cara untuk menentukan siapa yang menjadi pemain jaga selanjutnya ada berbagai versi.
Versi pertama adalah anak yang paling pertama dikalahkan, tempat persembunyiannya diketahui dan tidak lebih cepat untuk menyentuh benteng, oleh pemain jaga. Versi lainnya ialah dengan menebak urutan baris. Anak-anak yang kalah akan bersembunyi dibelakang pemain jaga yang memejamkan mata menghadap benteng. Pemain jaga akan menyebutkan nomor urut temannya yang berbaris dibelakang. Anak yang berada diurutan yang telah disebutkan pemain jaga kemudian medapat giliran jaga selanjutnya, sedangkan pemain jaga yang sebelumnya ikut bersembunyi. Anak-anak mengulangi lagi permainan tersebut.
Permainan petak umpet ini sangat menguras tenaga, namun menyenangkan bagi anak. Mereka belajar banyak melalui permainan ini. Selain belajar berhitung dengan benar, petak umpet mengajarkan anak-anak untuk sabar mencari temannya yang bersembunyi, teliti mencari tempat persembunyian, kerja keras agar tidak ketahuan, berpikir bagaimana caranya agar selamat, kesetiakawanan, dan melatih kecepatan berlari. Manfaat ini juga diungkapkan oleh Keen Achroni (2012: 69-70) yang secara rinci menjelaskan, antara lain:
Ø  Memberikan kegembiraan pada anak
Ø  Melatih kemampuan berhitung anak. Hal ini didapatkan karena anak yang mendapat giliran jaga mengawali permainan dengan berhitung.
Ø  Melatih ingatan anak. Aturan main yang mengharuskan pemain jaga meneriakkan nama anak yang ditemukannya akan membuat anak secaratidak langsung menghafal nama-nama temannya.
Ø  Melatih kesabaran dan sportivitas anak. Ketika mendapat giliran jaga,maka anak bersabar dalam menemukan temannya yang bersembunyi dan saat anak menjadi pemain yang bersembunyi harus sportif dan mengakui kekalahan jika dinyatakan kalah dalam permainan.
Ø  Mengasah ketelitian anak. Pemain yang mendapat giliran jaga mengasah ketelitiannya dengan menyusuri satu demi satu tempat persembunyian teman-temannya. Sedangkan bagi mereka yang berperan sebagai pemain yang bersembunyi, ketelitian mere ka terasah ketika harus menemukan tempat persembunyian yang memiliki peluang kecil untuk dapat ditemukan.
Permainan ini sangat digemari anak-anak karena menyenangkan dan mereka dapat menyalurkan energi berlebih yang dimiliki. Sorakan demi sorakan mewarnai permainan ini, karena mereka akan saling mendukung satu dengan yang lain

e)    Lompat tali
Permainan ini merupakan permainan yang biasanya dilakukan anak perempuan, walaupun banyak anak laki-laki yang ikut permainan ini. Karet gelang yang dirangkai hingga panjangnya mencapai 3-4 meter merupakan peralatan yang digunakan dalam permainan ini (Achroni, 2012: 71). Lompat tali dilakukan oleh 3 sampai dengan jumlah yang tidak terbatas. Permainan ini biasanya dilakukan di halaman agar anak-anak bebas melompat. Sebelummemulai permainan, anak-anak menentukan pemain yang memegang tali. Pemegang tali berjumlah 2 orang dan masing-masing memegang ujung tali. Pemilihan pemegang tali dilakukan dengan hompimpah atau pingsut. Cara hompimpah atau pingsut memang menjadi ciri khas dalam permainan tradisional dalam menentukan sesuatu.
Pemain yang tidak bertugas untuk memegang tali juga melakukanhompimpah atau pingsut untuk menentukan giliran bermain. Pemegang tali juga melakukan pingsut yang kedua kali untuk menentukan siapa yang akan melompat jika ada pemain lain yang gagal melompat. Kedua pemegang tali merentangkan tali dan pemain yang lain mulai melompati tali satu per satu sesuai dengan urutan pingsut.
Karet atau tali yang harus dilompati memiliki tingkatan dari setinggi mata kaki, lalu naik ke lutut, paha, hingga pinggang (Achroni, 2012:71). Pada tingkatan ini, pemain melompat tanpa menyentuh tali karet. Pemain dinyatakan mati ketika bagian tubuhnya menyentuh karet dan dia digantikan oleh pemegang tali yang menang pingsut. Tugas pemain yang mati tersebut menjadi pemegang tali, menggantikan pemegang tali sebelumnya. Pemain yang baru masuk mengikuti tingkatan selanjutnya, dia tidak lagi mengulangi tingkatan dari bawah. Tingkatan atau tahapan lompat tali berlanjut dari pinggang naik ke dada, dagu, telinga, ubun-ubun (kepala), dan yang paling tinggi tingkatan dengan tangan yang diangkat ke atas dengan kaki berjinjit.
Pada tingkat dada hingga tingkat yang paling atas, pemain diperbolehkanmenyentuh tali agar dapat melewatinya namun tidak boleh terjerat. Lompat tali semakin menarik di tingkatan ini, karena terdapat beberapa gerakan khusus. Beberapa gerakan tersebut adalah gerakan seperti berenang (kedua tangan direntangkan, secara bersamaan melilitkan tangan ke tali karet kemudian tali karet yang ada di depan dada ditarik melewati kepala dan memutar tangan dengan arah terbalik dari lilitan awal), gerakan yang menggunakan jari telunjuk sebagai alat bantu untuk melompat, dan gerakan melilitkan kaki satu per satu pada tali karet. Gerakan-gerakan ini sebagai alat bantu untuk melompat. Alat bantu luar selain jari tangan. Setiap pemain yang gagal pada satu tingkatan, maka dia harus menjadi pemegang tali dan pemegang tali mendapat giliran bermain.
Lompat tali akan diulangi dari awal, tingkat mata kaki, jika semua tahap ketinggian sudah dilewati. Permainan diakhiri sesuai dengan kesepakatan para pemain. Lompat tali juga memiliki versi lain, yakni dengan mengayunkan tali. Tali diayunkan membentuk lingkaran. Kedua pemegang tali harus mengayun dengan bersamaan sehingga membentuk lingkaran. Pemain lainnya harus sampai keseberang dengan melompati tali yang bergerak tersebut tanpa tersentuh. Versi lain dengan memanfaatkan ayunan tersebut adalah menyamakan ritme untuk 10 kali lompatan. Satu demi satu pemain melompat pada tali yang diayunkan. Setelah semua pemain masuk, hitungan lompatan dimulai. Lompat tali ini membutuhkan kerja sama yang bagus dari seluruh pemain. Permainan ini biasanya dilakukan oleh anak perempuan, tapi banyak juga anak laki-laki juga memainkan lompat tali. Mereka tidak segan untuk memainkan permainan ini bersama anak perempuan.
Permainan tradisional selalu memberikan manfaat, begitu juga dengan lompat tali. Selain memberikan kegembiraan pada anak seperti yang dijelaskan Keen Achroni (2012: 73), manfaat permainan ini adalah sebagai berikut:
Ø  Melatih semangat kerja keras anak-anak
Ø  Melatih kecermatan anak
Ø  Melatih motorik kasar anak
Ø  Melatih keberanian dan mengasah kemampuan anak untuk mengambil keputusan
Ø  Menciptakan emosi positif bagi anak
Ø  Menjadi media untuk bersosialisasi
Ø  Membangun sportivitas anak
Walaupun permainan ini banyak dimainkan oleh anak perempuan, namun realitanya anak laki-laki juga ikut memainkan ini. Lompat tali melatih anak untuk mencari jalan keluar untuk menghadapi suatu rintangan atau tantangan. Maka dari itu, permainan ini cocok menjadi salah satu kegiatan pembelajaran TK dalam mengembangkan aspek perkembangan anak



f)     Engklek
Engklek merupakan permainan anak yang dilakukan dengan cara melompat dengan satu kaki (Sukirman Dharmamulya, 2008: 145). Permainan engklek bersifat kompetitif namun tidak memberikan hukuman bagi yang kalah. Permainan ini mengajarkan keberanian kepada anak anak karena tidak perlu takut atau malu walaupun kalah. Engklek mengandung unsur-unsur yang melatih keterampilan, keseimbangan, ketangkasan seperti yang ada pada saat berolahraga. Melalui permainan ini, keterampilan motorik kasar anak berupa kemampuan melompat dan meloncat secara terkoordinasi dapat dikembangkan. Permainan ini dapat dimainkan di pelataran tanah, aspal, semen, dan konblok. Sebelum bermain, terlebih dahulu menggambar pola permainan di arena yang akan digunakan.
Banyaknya penggemar permainan engklek menyebabkan ketenaran permainan ini tak pudar dimakan waktu. Penggemar engklek, anak-anak jaman lampau, merasakan manfaat dari permainan ini salah satunya adalah melatih keterampilan melompat dan meloncat secara terkoordinasi. Walaupun Sukirman Dharmamulya (2008: 145) menyebutkan permainan engklek dimainkan oleh anak berusia antara 7-14 tahun, namun anak TK usia 4-6 tahun juga mampu memainkan permainan ini. Anak usia 4-6 tahun termasuk dalam bawang kothong yang berarti pemain tidak mempunyai hak dan kewajiban tetapi diizinkan mengikuti permainan (Dharmamulya, 2008: 145).
Permainan engklek memiliki beberapa manfaat atau keuntungan serta kerugian. Keuntungan atau manfaat yang didapatkan dari permainan engklek menurut Keen Achroni (2012: 53) sebagai berikut:
Ø  Memberikan kegembiraan pada anak
Ø  Menyehatkan fisik anak. Sebab permainan ini dimainkan dengan Banyak gerak, yaitu melompat
Ø  Melatih keseimbangan tubuh (melatih motorik kasar) anak karena permainan ini dimainkan dengan cara melompat menggunakan satu kaki
Ø  Mengajarkan kedisiplinan untuk mematuhi aturan permainan
Ø  Mengembangkan kemampuan bersosialisasi anak karena engklek dimainkan secara bersama-sama.
Ø  Mengembangkan kecerdasan logika anak, yaitu melatih anak untuk berhitung dan menentukan langkah-langkah yang harus dilewatinya.
Selain manfaat, terdapat kekurangan dalam permainan ini. Kekurangan permainan engklek yaitu:
Ø  Jika dilakukan hanya satu anak, esensi dari permainan menjadi tidak lengkap
Ø  Membutuhkan lahan
Ø  Membutuhkan waktu dan kesabaran yang lebih banyak jika menjelaskan aturan main pada anak usia di bawah 7 tahun.
         Engklek membutuhkan paling sedikit dua pemain dan paling banyak enam pemain (jika berlebih, akan memakan waktu yang lama dalam perputaran pemain). Pemain kemudian mencari arena untuk menggambarkan pola engklek. Jika di tanah, gambar pola menggunakan kayu. Jika di aspal, semen, atau konblok, pola digambar menggunakan kapur agar terlihat dan tidak mudah terhapus. Ada beberapa pola permainan engklek dan setiap pola cara permainannya juga berbeda.Untuk anak usia 4-5 tahun, pola yang sesuai untuk mengembangkan kemampuan melompat dan meloncat secara terkoordinasi adalah pola gunung sederhana dan pesawat.
         Ada berbagai macam variasi permainan engklek, namun semua berasal dari satu cara dasar. Dasar bermain engklek adalah sebagai berikut:
a)    Pemain melakukan undian dengan cara hompimpah atau suit (sut) untuk menentukan siapa yang mengawali permainan. Hompimpah dilakukan jika pemain ada 3 orang atau lebih, sedangkan sut digunakan untuk 2 orang pemain. Urutan bermain sesuai dengan pemenang pada masing-masing undian.
b)    Setelah didapatkan urutan bermain, para pemain mempersiapkan gacuk atau kreweng.Gacuk atau kreweng berupa pecahan genting, batu pipih, uang koin, atau potongan-potongan kayu. Gacuk yang digunakan adalah gacuk yang tidak mudah pecah, biasanya menggunakan koin karena mudah didapat, ringan, dan tidak mudah pecah jika digunakan di arena yang keras.
c)    Anak berdiri di area pentasan, area yang berada di luar pola sejajar dengan petak pertama. Pemain pertama melemparkan gacuk dari pentasan ke petak pertama. Kemudian melompat, satu kaki menapak dan kaki lain menggantung, ke petak kedua dan ke petak-petak selanjutnya. Petak yang terdapat gacuk tidak boleh dilompati, harus dilewati.
d)    Pada pola gunung sederhana, terdapat 5 petak. Jika pemain melemparkan gacuk pada petak pertama maka lompatan pertama ada pada petak kedua, kemudian berlanjut melompat ke petak ketiga, keempat, dan obrog (kedua kaki menginjak tanah) di petak kelima. Setelah obrog, pemain membalikkan badan dan melompat lagi melewati petak 4, 3, dan 2. Dipetak ke-2 anak harus mengambil gacuk dengan posisi satu kaki menggantung. Ketika gacuk sudah didapatkan, pemain kemudian melompat ke area pentasan. Satu putaran telah dijalani.
e)    Permainan ini dilakukan sebanyak 5 putaran. Untuk mengetahui banyak putaran, lawan main melihat gacuk berada pada petak ke berapa. Khusus untuk gacuk yang ada pada petak obrog, pemain mengambil gacuk tetap dengan satu kaki menggantung dan kesempatan obrog hilang. Setelah pemain menyelesaikan putaran sesuai dengan banyak petak, maka selanjutnya anak akan menetapkan sawah. Sawah dalam permainan engklek berarti pemain mendapatkan nilai. Untuk menetapkan sawah, pemain berdiri di area pentasan dan membalikkan badan (tidak menghadap pola) serta menutup mata kemudian melemparkan gacuk ke belakang. Jika gacuk jatuh di salah satu petak, maka petak tersebut menjadi milik pemain. Jika gacuk jatuh di luar pola maka pemain harus menunggu kesempatan lain sesudah lawan menyelesaikan bagiannya. Pemain dapat melakukan obrog di sawah miliknya, namun lawan harus melewati sawah tersebut.
f) Pemain dinyatakan mati (berhenti bermain, menunggu giliran selanjutnya) jika gacuk yang dilemparkan jatuh di luar petak yang seharusnya, gacuk jatuh di luar garis atau pola, pemain kehilangan keseimbangan saat kaki masih harus digantung, pemain menginjak sawah lawan , kaki pemain menyentuh bahkan menginjak gacuk lawan, gacuk yang dilempar mengenai gacuk lawan, dan pemain tidak melakukan obrog di area obrog atau melakukan obrog di area bukan obrog.
         Terdapat berbagai macam cara memainkan engklek, namun yang paling mendasar adalah melompat menggunakan satu kaki, melempar gacuk dengan terarah, dan meloncat saat obrog. Ketiga dasar permainan ini selalu dilakukan dalam semua pola permainan engklek.
         Berdasarkan beberapa contoh permainan tradisional yang telah dijelaskan diatas, maka permainan tersebut cocok untuk mengembangkan aspek perkembangan yang yang dimiliki anak usia TK. Permainan-permainan tersebut juga dapat dimasukkan menjadi bagian dari kegiatan pembelajaran di taman kanak-kanak dengan mengikuti tahapan pencapaian perkembangan (TPP)


C.   Pemanfaataan Permainan Tradisional untuk Kegiatan Pembelajaraan
Pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran disesuaikan dengan prinsip dan kegunaannya. Astati (1995: 126) 10 tahun terakhir menjelaskan berkaitan dengan kegunaannya,  permainan  dapat berfungsi  untuk pengembangan,  fungsi rekreatif,  fungsi aktivitas,  fungsi sosialisasi seperti diuraikan di bawah ini.


a.    Fungsi  pengembangan
Bermain dapat mengembangkan dan melancarkan peredaran darah,pencernaan makanan, pernafasan, ketajaman penglihatan, pendengaran, tenaga, koordinasi gerak, dan lain-lain. Bermain dapat melatih dan mengembangkan daya pikir, kreasi, ekspresi, imajinasi, dan lain – lain. Dalam bermain dapat melatih anak untuk menahan diri,menyatakan perasaan, menerima kekalahan, dan lain-lain. Bermain dapat melatih anak untuk mengenal orang lain, bekerja sama atau berpartisipasi dalam satu kegiatan.
b.    Fungsi rekreatif
Dalam bermain dapat diperoleh unsur kesenangan, kegembiraan, karena tidak ada unsur paksaan dan target yang ditentukan untuk dicapai. Jadi anak memperoleh keleluasaan untuk melakukan sesuatu. Bila anak menunjukkan kesalahan maka teguran hendaknya dikurangi. Sebaiknya ia diberi petunjuk untuk melakukan sesuatu dan ia melakukannya sendiri
c.    Fungsi  aktivitas
Dengan bermain anak melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dia mainkan. Ia tidak mendapatkan langkah – langkah yang telah tersusun dengan rapi. Ia menentukan sendiri bentuk aktivitasnya sehingga ia tidak menyiapkan lebih dahulu aktivitas apa yang akan dilakukannya. Lebih- lebih jika memperhatikan karakteristik anak tuna grahita bahwa mereka akan lebih berhasil belajarnya jika pelajarannya itu dipraktekkannya.
d.    Fungsi sosialisasi
Kemampuan sosial seorang anak dapat berkembang dengan seringnya ia bermain bersama-sama dengan anak lain. Melalui bermain bersama-sama anak dapat bekerja sama (saling membantu), berkomunikasi, mengetahui sifat temannya, dan lain- lain. Karena terapi bermain hendaknya dilakukan bersama-sama disamping bermain dapat juga dilakukan sendiri (Astati, 1995 : 127).
Pemanfaatan permainan tradisional didapat dengan mengambil fungsi-fungsi yang ada dalam permainan tradisional. Permainan tradisional dimanfaatkan untuk mengembangkan potensi anak didik sesuai dengan perkembangan usia anak didik, baik aspek fisik, mental, emosi, kognitif dan yang lainnya. Pemanfaatan permainan tradisioanal harus disesuaikan dengan hakikat anak diantaranya ingin bermain, suka bergerak, ingin tahu, jujur, ingin berteman, suka hal yang baru, suka disajung, ingin mencoba, ingin meniru, dan ingin menang.  Selain itu dalam kegiatan belajar mengajar perlu disediakan alat-alat permainan yang bervariasi, tetapi tidak harus mahal. Akan lebih baik jika alat permainan itu bisa dibuat sendiri oleh pendidik. Menyiapkan berbagai sumber dan alat permainan dari alam sekitar akan memfasilitasi rasa ingin tahu anak dan menumbuhkan daya kreativitas berkembang dan tumbuh dengan baik (Panitia Sertifikasi Guru Rayon XII Universitas Negeri Semarang, 2008: 11).
D.   Karakteristik Anak TK Kelompok B
Anak didik di Taman Kanak-kanak B (TK B) pada umumnya berusia 6 tahun.Karakteristik perkembangan anak tampak dari aspek fisik, kognitif dan mental anak. Perkembangan fisik-motorik otot kasar dan otot halus anak sudah berkembang. Anak memiliki banyak tenaga untuk melakukan kegiatan dan umumnya mereka sangat aktif. Anak sudah dapat melakukan gerakan yang terkordinasi. Keterampilan yang menggunakan otot kaki dan tangan sudah berkembang dengan baik.
Perkembangan kognitif merupakan proses mental yang mencakup pemahaman tentang dunia, penemuan pengetahuan, pembuatan perbandingan, berfikir dan mengerti (Purwanti dan Widodo, 2005: 40).Proses mental yang dimaksud adalah proses pengolahan informasi yang menjangkau kegiatan kognisi, intelegensi, belajar, pemecahan masalah dan pembentukan konsep.Anak usia 5-6 tahun berada pada tahap praoperasional. Pada tahap ini anak mulai menunjukan proses berfikir yang jelas. Anak mulai mengenali beberapa simbol dan tanda termasuk bahasa dan gambar. Penguasaan bahasa anak sudah sistematis, anak dapat melakukan permainan simbolis. Namun, pada tahap ini anak masih egosentris (Slamet Suyanto, 2005: 55). Anak mulai merepresentasikan dunianya dengan kata-kata, bayangan dan gambar-gambar. Anak mulai berfikir simbolik, pemikiran-pemikiran mental muncul, egosentrisme tumbuh, dan keyakinan magis mulai terkonstruksi.
Beberapa karakteristik perkembangan sosial anak usia 5 tahun antara lain:
Ø  Dapat mengatur emosi dan mengungkapkan perasaan dengan cara yang bisa diterima secara sosial.
Ø  Anak mampu memisahkan perasaan dengan tindakan mereka.
Ø  Mengahayati perilaku sosial yang pantas.
Ø  Kekerasan emosi dan ledakan fisik mulai berkurang karena anak telah mampu mengungkapkan perasaan melalui kata-kata.
Ø  Dapat melucu atau membuat lelucon (Wasik, 2008: 72).
Anak usia dini memiliki keunikan dalam perkembangannya sehingga terdapat perbedaan dengan orang dewasa. Guru sebagai pendidik perlu mengetahui karakteristik anak usia dini agar perkembangan kecerdasan anak serta potensi yang dimiliki dapat berkembang dengan optimal sesuai dengan umur.
Anak berusia antara 5-6 tahun sedang berada pada akhir dari bagian awal masa kanak-kanaknya. Karakteristik khusus bagi anak dalam kelompok usia 5-6 tahun (2011: http://paud-uny.blogspot.com/) adalah:
Ø  Perkembangan kemampuan fisik
Pada usia ini anak menunjukkan keingintahuan yang besar dan aktif. Dia bisa mengatur gerakan badannya dengan lebih baik dan lebih luwes. Anak juga bisa berjalan jinjit mundur dan berjalan mundur dengan tumitnya. Dia juga bisa berlari dengan cepat, meloncat, berlari dengan satu kaki. Anak pada usia ini sudah bisa mencuci tangannya sendiri tanpa membasahi bajunya, berpakaian dan mengikat tali sepatunya sendiri. Koordinasi motorik halus yang baik berkembang hingga anak dapat mencontoh segitiga dan belah ketupat. Mereka mulai dapat menulis beberapa huruf dan angka dan menuliskan namanya dengan benar. Anak juga dapat menggambar benda hidup.
Ø  Penglihatan
Anak usia 5-6 tahun dapat menguasai indera peraba, pendengaran dan penglihatan hampir sebaik orang dewasa.
Ø  Perkembangan intelektual
Stenberg (dalam Uswatun Hasanah, 2011: http://paud-uny.blogspot.com/) mengungkapkan bahwa ada tiga aspek dalam kecerdasan, yaitu:
ü  kecerdasan analitis
ü  kecerdasan kreatif
ü  kecerdasan praktis
Anak usia 5-6 tahun berada pada akhir tahap pra-operasional, tahap saat pemikiran simbolis sangat mendominasi hidupnya. Pemikiran simbolis membuat dia mampu untuk membuat susunan kata dan gambar yang menggambarkan suatu objek atau tindakan tertentu dalam pikiran anak.
Ø  Perkembangan kemampuan bahasa
Perkembangan bahasa berlangsung dengan cepat dan membantu anak untuk mengemukakan pikirannya. Kosa kata anak meningkat sampai 8000-14000 kata pada usia 6 tahun. Kata Tanya (kenapa, siapa, dimana, dan kapan)lebih banyak digunakan sehingga anak pada usia ini cenderung banyak bertanya.
Ø  Perkembangan kemampuan sosial
Anak usia 5-6 tahun menunjukkan lebih banyak kemampuan sosial. Hal ini dapat dilihat dari cara bermain anak yang lebih terarah dan mampu bekerja sama dalam bermain. Anak senang bermain bersama dan tolong menolong dalam mencapai keinginan tertentu. Ada kecenderungan tolong menolong ini dalam bermain dan kegiatan lainya. Anak usia ini lebih siap untuk berpisah beberapa jam dari orangtuanya dibandingkan dengan anak dengan usia lebih muda. Anak sudah mampu berbagi dengan oranglain, mampu bertenggang rasa, sabar menunggu gilirannya, dan mampu menerima tanggung jawab yang ringan.
Ø  Perkembangan Emosional
Emotional intelligence (kecerdasan emosi) adalah suatu tingkt kepandaian dalam memahami emosi oranglain dan mengatur emosinya sendiri, seperti misalnya mampu memotivasi diri sendiri dan tahan menghadapi rasa frustasi, mengontrol gerak hati dan menunda kegembiraan, mengatur untuk tetap berpikir, berempati (mampu membayangkan dan merasakan perasaan oranglain) dan berharap (Goleman dalam Uswatun Hasanah, 2011: http://pauduny.blogspot.com/). Kosa kata anak yang berhubungan dengan emosi meningkat secara bertahap, sehingga mereka mengenal lebih banyak variasi ekspresi dari orang lain. Anak juga belajar mengekspresikan emosi yang dirasakannya.
Ø  Perkembangan kepribadian
Faktor keturunan dan lingkungan mempengaruhi perkembangan kepribadian anak. Anak mempelajari berbagai perilaku sosial dari contoh-contoh yang dilihatnya. Selain itu, pada usia ini anak tidak hanya belajar tingkah laku yang kelihatan jelas, tetapi juga dapat mempelajari gagasan, harapan, dan nilai-nilai. Anak dapat mempelajari hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh.
Berdasarkan karakteristik anak usia 5-6 tahun yang telah dijelaskan di atas, perkembangan-perkembangan tersebut dapat berbeda pada setiap individu anak karena setiap anak memiliki pertumbuhan dan perkembangannya masing-masing. Sehingga urutan perkembangannya dapat berbeda. Perkembangan ini juga dapat berkembang sesuai dengan keadaan yang terjadi di lingkungan tempat tinggal dan sekolah sehingga kegiatan dalam pembelajaran dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan karakteristik anak seperti yang telah dijelaskan.


E.   Hasil Penelitian Relavan
Hasil penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo, dan Ellya Rakhmawati (2011) tentang permainan tradisional sebagai media stimulasi perkembangan anak usia dini. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif jenis etnografi. Etnografi menekankan pada proses penelitian maupun hasil dari proses tersebut. Penelitian ini digunakan untuk mencari permainan tradisional yang cocok untuk anak usia 4-6 tahun dan menstimulasi perkembangan anak pada usia tersebut. Sehingga peneliti dapat menemukan permainan tradisional apa saja yang bisa menstimulasi perkembangan anak usia 4-6 tahun.
Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa permainan tradisional dapat menjadi stimulasi perkembangan anak usia 4-6 tahun. Perkembangan tersebut antara lain adalah perkembangan kognitif, spiritual, spasial, natural, musikal, kecerdasan interpersonal dan intrapersonal, mengembangkan sportivitas, dan mengembangkan kemampuan fisik anak.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah mengkaji tentang manfaat permainan tradisional untuk perkembangan anak usia dini. Pengumpulan data juga melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terletak pada lokasi dan subjek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan di TKIT Lentera Insan, sedangkan penelitian yang akan dilakukan berada di TKIT Al Mufid.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.   Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan permainan tradisional untuk kegiatan pembelajaran di TKIT Al Mufid, Sukatani
B.   Tempat dan Waktu Penelitian
a)    Tempat     : Penelitian ini dilaksanakan di TKIT Al Mufid yang beralamat di Perumahan Bumi Kahuripan Indah blok F, Cikarang
b)    Waktu       : Penelitian ini dilakukan pada semester I mulai dari bulan agustus sampai oktober 2017
C.   Latar Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan pada kelompok B2 di TKIT Al Mufid yang beralamatkan di Perumahan Bumi Kahuripan Indah (Perum BKI) blok F, Sukatani. Pemilihan TKIT Al Mufid sebagai tempat penelitian berdasarkan pertimbangan, anak kelompok B2 di TK ini untuk melaksanakan permainan tradisional secara rutin dalam kegiatan pembelajaran maupun pada waktu istirahat dibandingkan TKIT Rabbani dan TKIT Al Hikmah. Peneliti memusatkan pada pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran kelompok B2 TKIT Al Mufid.

D.   Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Zainal Arifin (2012: 140) mengartikan penelitian kualitatif sebagai suatu proses penelitian yang dilakukan secara wajar dan natural sesuai dengan kondisi objektif di lapangan tanpa adanya manipulasi, serta jenis data yang dikumpulkan terutama data kualitatif.  Penelitian kualitatif seperti yang dikemukakan Bogdan dan Taylor (dalam Arifin, 2012: 140) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Sejalan dengan kedua teori tersebut, Sugiyono (2010: 283) menyebutkan bahwa masalah yang terdapat dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, tentatif, dan akan berkembang atau berganti setelah peneliti berada di lapangan.
Penggunaan pendekatan kualitatif didasarkan pada pertimbangan bahwa pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran di TK memiliki banyak aspek yang unik untuk dipelajari dan diajarkan kepada anak usia dini dalam hubungannya sebagai sarana pengembangan aspek perkembangan anak usia dini sehingga perlu digali lebih mendalam dan komprehensif. Penelitian kasus sebagai kajian yang rinci atas suatu latar atau peristiwa tertentu (Bogdan dalam Idrus, 2009: 57). Zainal Arifin (2012: 152) menjelaskan bahwa studi kasus merupakan penelitian yang mendalam tentang individu, satu kelompok, satu organisasi, satu program kegiatan, dan sebagainya dalam waktu tertentu. Alasan yang mendorong peneliti menggunakan jenis penelitian studi kasus adalah ingin mengetahui lebih dalam dan menggambarkan pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran pada anak Kelompok B2 di TKIT Al Mufid, Cikarang.

E.   Data dan Sumber Data
a)    Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian mengenai deskripsi pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran anak kelompok B2 di TKIT Al Mufid Sukatani dimulai dari masuk sekolah hingga pembelajaran sekolah berakhir yang mencakup hasil wawancara, dokumentasi, dan observasi mengenai pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran TK.
b)    Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah, guru kelas kelompok B2, guru pendamping kelompok B2, anak kelompok B2 TKIT Al Mufid, dan sumber data tertulis berupa referensi yang digunakaan peneliti dalam bentuk catatan lapangan serta foto. Sumber data yang telah diperoleh digunakan untuk menelaah segi-segi subjektif dan hasilnya dianalisis secara induktif.
F.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data menurut Sugiyono (2010: 308) merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Bermacam-macam teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/ triangulasi (Sugiyono, 2010:309).
Tabel 1. Kisi-kisi Panduan Penelitian
No
Pertanyaan Penelitian
Teknik Penelitian
1.
Jenis Pemainan tradisional yang dimanfaatkan
a.     Wawancara
b.    Observasi
c.     Dokumentasi
2
Alat yang digunakan untuk melakukan permainan tradisional
a.     Wawancara
b.    Observasi
c.     Dokumentasi
3
Prosedur pelaksanaan permainan tradisional
a.     Wawancara
b.    Observasi
c.     Dokumentasi
4
Faktor pendukung dalam kegiatan yang menggunakan permainan tradisional
a.     Wawancara
b.    Observasi
c.     Dokumentasi
5
Faktor penghambat dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan permainan tradisional
a.     Wawancara
b.    Observasi
c.     Dokumentasi

Berdasarkan kisi-kisi panduan penelitian di atas maka peneliti membuat lembar catatan observasi, catatan wawancara, dan catatan dokumentasi yang akan digunakan pada saat pengambilan data di lapangan (terlampir). Pada penelitian ini teknik atau metode yang digunakan untuk mengumpulkan data antara lain adalah:
1)    Observasi
Observasi menurut Marshal (dalam Sugiyono, 2010: 310) adalah melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Observasi merupakan kegiatan memperhatikan dengan menggunakan mata. Metode observasi bertujuan untuk mengetahui deskripsi pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran pada kelompok B. Kegiatan observasi dilaksanakan di dalam maupun di luar kelas dengan mengamati perilaku anak. Peneliti melaksanakan pengamatan dengan menggunakan pedoman observasi untuk memperoleh data yang diinginkan dan setiap informasi yang ditemukan dicatat dalam bentuk catatan lapangan. Catatan lapangan digunakan peneliti untuk mencatat kejadian dalam kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan permainan tradisional sebagai bukti konkret untuk menganalisis data. Panduan observasi terlampir.
2)    Wawancara
Wawancara ditujukan kepada sumber data yang terlibat dalam pemanfaatan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran di kelompok B2. Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah wawancara terstruktur dengan menyiapkan panduan penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis. Sumber data dalam teknik wawancara adalah kepala sekolah dan guru kelas. Panduan wawancara terlampir.
3)    Dokumentasi
Dokumentasi menurut Sugiyono (2010: 329) merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu bisa berupa bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Teknik dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti adalah pengambilan gambar atau foto sebagai bukti nyata pelaksanaan permainan tradisional dalam kegiatan pembelajaran. Panduan dokumentasi terlampir.
G.   Pemeriksaan Keabsahan Data (Triangulasi)
Triangulasi dengan sumber data dilakukan dengan membandingkan hasil wawancara dengan pengamatan, apa yang dikatakan dengan situasi penelitian sepanjang waktu, pandangan, dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat, serta membandingkan hasil wawancara dengan dokumentasi yang terkait. Triangulasi dengan metode dilakukan untuk melakukan pengecekan terhadap penggunaan metode pengumpulan data yang meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Triangulasi dengan teori dilakukan dengan mengurai pola, hubungan, dan menyertakan penjelasan yang muncul dari analisis untuk mencari penjelasan pembanding. Tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Nilai dari oleh karena itu dengan menggunakan teknik triangulasi dalam pengumpulan data, maka data yang diperoleh akan lebih konsisten, tuntas, dan pasti.
H.   Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2010: 336) dilakukan sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Analisis data dalam penelitian kualitatif di TKIT Al Mufid, Sukatani dilakukan sejak sebelum terjun ke lapangan, observasi, selama pelaksanaan penelitian di lapangan, dan setelah selesai penelitian dilapangan. Data ini diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan cara mengorganisasi data yang diperoleh ke dalam sebuah kategori, menjabarkan data ke dalam unit-unit, menganalisis data yang penting, menyusun dan menyajikan data yang sesuai dengan masalah penelitian dalam bentuk laporan, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami. Tahap terakhir dari analisis data kualitatif model interaktif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar