PROPOSAL
Analisis tingkat pendidikan
dan pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak usia 4-5 tahun
Disusun
guna memenuhi tugas matakuliah :
Metodologi
Penelitian
Dosen
Pengampu : Iswadi, M.Pd
Disusun
oleh :
Fathonah 20158400083
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SEKOLAH
TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KUSUMA
NEGARA JAKARTA
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG MASALAH
Diperkirakan
1-3 % penduduk Indonesia menderita retardasi mental. Kelainan ini dipengaruhi
oleh dua faktor diantaranya faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer
disebabkan oleh faktor keturunan (genetik) dan faktor sekunder disebabkan
faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi saat masih dalam kandungan atau
anak-anak (Gazali : 2007). Perkembangan masa anak meliputi kemampuan berbahasa,
kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi akan berjalan sangat
cepat (Soetjiningsih : 1995). Dalam perkembangan ini otak anak lebih terbuka
untuk belajar dan diperkaya serta lebih peka terhadap lingkungan, terutama
lingkungan yang tidak mendukung, termasuk kemiskinan dan stimulasi yang kurang,
sehingga masa ini disebut juga sebagai “Masa Keemasan” (Golden Age Periods) atau “Jendela Keemasan” (Window of Opportunity) atau “Masa Krisis” (Crictical Periods). Berhubung masa ini tidak berlangsung lama, anak
harus mendapat perhatian yang serius pada awal kehidupannya. Mengingat
pentingnya perkembangan pada masa anak maka stimulasi dan deteksi dini perlu
dilakukan (Depkes RI : 2005).
Untuk
itu sebaiknya orang tua dan orang dewasa lainnya perlu : (1) memberi kesempatan
dan menunjukkan permainan serta alat permainan tertentu yang dapat memicu
munculnya masa peka/menumbuh kembangkan potensi yang sudah memasuki masa peka:
(2) memahami bahwa anak masih berada pada masa egosentris , yang ditandai
dengan seolah-olah dialah yang paling benar, keinginannya harus selalu dituruti
dan sikap mau menang sendiri dan sikap orang tua dalam menghadapi masa
egosentris pada anak usia dini dengan memberi pengertian secara bertahap pada
anak agar dapat menjadi mahluk sosial yang baik: (3) pada masa ini proses
peniruan anak terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya tampak semakin
meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang dtunjukkan oleh
orang-orang disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang sering
ditampilkan di televisi. Pada saat ini orang tua atau guru haruslah dapat
menjadi tokoh panutan bagi anak dalam perilaku: (4) masa berkelompok untuk itu
biarkan anak bermain di luar rumah bersama-sama temannya, jangan terlalu
membatasi anak dalam pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi
dan beradaptasi sesuai dengan perilaku dengan lingkungan sosialnya: (5)
memahami pentingnya eksplorasi bagi anak. Biarkan anak memanfaatkan benda-benda
yang ada disekitarnya dan biarkan anak melakukan trial and error, karena memang
anak adalah penjelajah yang ulung: (6) disarankan agar tidak boleh selalu
memarahi anak saat ia membangkang karena bagaimanapun juga ini merupakan suatu masa yang akan datang
dilalui oleh setiap anak. Selain itu, bila terjadi pembangkangan sebaiknya
diberi waktu pendinginan (cooling down). Pada kenyataannya masih terdapat
sebagian orang tua dan guru belum memahami akan potensi luar biasa yang
dimiliki anak usia dini. Keterbatasan
pengetahuan dan informasi yang
dimiliki orang tua dan guru menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak
berkembang optimal (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0205/11/
1104.htm).
Keluarga
sebagai masyarakat pendidikan yang pertama dan utama menjadi faktor dasar dalam
pembentukan pribadi anak. Masa pendidikan keluarga pada tahun pertama merupakan
tahun-tahun yang menentukan perkembangan kepribadian anak pada masa depannya.
Dasar-dasar dari lapisan watak dan kepribadian terbentuk dalam perkembangan
awal dari umur empat tahun dalam lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Kenakalan
seorang anak akibat latar belakang yang serba semrawut dan sebaiknya faktor
keluarga sebagai faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak benar-benar
harmonis.
Pendidikan keluarga bukanlah
pendidikan yang diorganisasikan tetapi pendidikan yang “organik” yang didasarkan
pada “spontanitas, intuisi, pembiasaan dan improvisasi. Keluarga
menanggungjawabi dalam embentukan sumber daya insan kamil, karena disitulah
untuk pertama kali seseorang mengawali hidupnya.
B. FOKUS
PENELITIAN
Penelitian
fokus pada orang tua dan anak usia dini BKB PAUD CEMPAKA Kelompok B, dimana
wilayah tersebut termasuk padat, terdiri dari berbagai macam suku, ras dan
golongan serta memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang masih dibawah rata
– rata.
C. RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
latar belakang, identifikasi masalah dan pembahasan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah
pendidikan orang tua mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak usia 4 – 5
tahun
2. Apakah
pola asuh orang tua mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak usia 4 – 5
Tahun”
3. Pola
asuh yang bagaimanakah yang menyebabkan perkembangan sosial emosional anak usia 4 - 5 tahun
menjadi optimal
D. KEGUNAAN
PENELITIAN
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat berguna, baik secara teoritis maupun secara
praktis :anga
1. Secara
Teoritis
Penelitian ini diharapkan
dapat memberi informasi dan kontribusi pemikiranhubungan tingkat pendidikan dan
pola asuh terhadap perkembangan anak usia 4 – 5
tahun
2. Secara
Praktis
a. Bagi
Peneliti, penelitian ini akan memberikan manfaat yaitu pengalaman praktis dalam
bidang penelitian ilmiah dan dapat membuktikan bahwa tingkat pendidikan dan
pola asuh yang diterapkan orang tua mempengaruhi perkembangan anak
b. Bagi
orang tua/orang dewasa memiliki pengetahuan dalam memberikan pola asuh yang
tepat agar tingkat perkembangan anak dapat tumbuh optmal.
c. Bagi
Guru, dapat dijadikan acuan dalam melakukan pendekatan dalam proses belajar
mengajar bagi anak yang mmengalamitingkat perkembangan yang kurang optimal.
d. Bagi
anak didik, dapat menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan
tingkat perkembangan usianya.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
I. DESKRIPSI
KONSEPTUAL FOKUS dan SUB FOKUS PENELITIAN
A.
HAKIKAT PENDIDIKAN,
Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan
menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No.20/2003 BAB II
Pasal 3).
Pendidikan
menurut Emile Durkheim pendidikan adalah pengaruh yang dilaksanakan oleh orang
dewasa atas generasi yang belum matang untuk penghidupan sosial.
Pendidikan
menurut Dictionary of Education pendidikan adalah proses dimana seorang
mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk perilaku lainnya didalam
masyarakat dimana yang bersangkutan hidup.
Pendidikan
menurut Brubacher (1992:37) adalah proses timbal balik dari tiap pribadi
manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta.
Pendidikan
menurut Soegarda Poerbakawatja dan Harahap (1992:257) pendidikan adalah semua
perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pegalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai
usaha penyiapannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun
rohaniah.
Pendidikan
menurut Ki Hajar Dewantara adalah daya upaya untuk memajukan perkembangan budi
pekerti, pikiran dan tubuh anak dalam pegertian tidak boleh dipisah-pisahkan
bagian itu supaya dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan alamnya dan masyarakatnya.
Urgensi
pendidikan anak usia dini berdasarkan tinjauan didaktis psikologi adalah untuk
mengembangkan berbagai aspek kecerdasan yang merupakan potensi bawaan.
Kecerdasan ang dimiliki oleh seorang anak hanya akan berarti apabila dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang dikenal dengan istilah kecakapan
hidup (life skills). Berdasarkan hasil penelitian Maddaleno dan Infante
(2001:5), mengidentifikasi terdapat tiga kategori kunci tentang life skills
yaitu : keterampilan sosial dan interpersonal, keterampilan kognitif dan
keterampilan meniruemosi (emosional coping skills).
B.
HAKIKAT POLA ASUH ORANG TUA
Di
dalam masyarakat sendiri pola asuh lebih dipahami bagaimana orang tua mengasuh
dan mendidik anak mulai dari kebutuhan dasar mereka sampai kebutuhan fisik dan
psikis anak, termasuk kebutuhan kasih sayang. Cara atau gaya yang dipakai orang
tua dalam mengasuh anak natinya akan turut menentukan perilaku anak-anaknya
kelak.
Pola
asuh orang tua menjadi sangat penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan
anak baik secara fisik maupun psikis. Bukan hanya tuntutan yang diberikan oleh
orang tua kepada anak, tetapi orang tua juga mendorong dan memotivasi anak
untuk hal-hal yang positif buat anak yang akan sangat berguna untuk masa yang
akan datang
Khamim Zarkashi dalam bukunya (2005;131) Setiap
orangtua pasti mencintai anak-anaknya dan menginginkan agar anak mereka kelak
menjadi orang yang bahagia dalam mengarungi hidup dan senantiasa menemukan
pilihan hidup yang terbaik. Termasuk juga dalam hal memilih tempat pendidikan
bagi anak, orangtua akan mencari informasi sebanyak mungkin agar anak tidak
salah pilih dan terjerumus pada pilihan yang salah.
Santrock (2002) mengatakan yang dimaksud dengan pola
asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orang tua agar
anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial.
Sedangkan Gunarsa (1990) mengungkapkan bahwa pola asuh
adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orangtua untuk membimbing dan
mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu
perilaku yang diinginkan.
Irawati (2009) mengatakan bahwa pola asuh yang baik
adalah pola asuh yang diselimuti dengan cinta, kasih sayang dan kelembutan
serta diiringi dengan penerapan pengajaran yang sesuai dengan tingkat
perkembangan usia dan kecerdasan anak, akan menjadi kunci kebaikananak
dikemudian hari.
Ulwan (2009) menambahkan jika remaja diperlakukan oleh
kedua orang tuanya dengan perlakuan kejam, dididik dengan pukulan yang keras
dan cemoohan pedas, serta diliputi dengan penghinaan, ejekan dan pemberian
label-label negatif maka yang akan muncul adalah citra diri negatif pada
remaja. Dan ini merupakan pola asuh yang buruk.
Irawati (2009) dan Ulwan (2002) mengatakan bahwa
setidaknya ada tiga aspek yang pola asuh orang tua, ketiga aspek tersebut
adalah:
1. Komunikasi antara orang tua dan anak.
2. Kewibawaan orang tua.
3. Keteladanan orang tua (uswah khasanah).
Baumrind dalam (Maccoby, 1980) menyatakan bahwa pola
asuhorangtua memiliki dua dimensi, yaitu :
1.Dimensi Kontrol
Dimensi ini berhubungan dengan sejauhmana orangtua
mengharapkan dan menuntut kematangan serta prilaku yangbertanggung jawab dari
anak. Dimensi kontrol memiliki indikator, yaitu :
a.Pembatasan(Restrictiveness)
Pembatasan merupakan suatu pencegahan atassuatu hal
yang ingin dilakukananak.Keadaan ini ditandai dengan banyaknya larangan yang
dikenakan pada anak. Orangtuacenderung memberikan batasan-batasan terhadap
tingkah laku atau kegiatan anak tanpa disertai penjelasan mengenai apa yang
boleh dilakukandan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga anak dapat menilai
pembatasan-pembatasan tersebut sebagai penolakan orangtua atau pencerminan
bahwa orangtua tidak mencintainya.
b.Tuntutan(Demandingeness)
Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya tuntutan
berarti orangtua mengharapkan dan berusaha agar anak dapat memenuhi standar
tingkah laku, sikap serta tanggung jawab sosial yang tinggi atau yang telah
ditetapkan. Tuntutan yang diberikan oleh orangtua akan bervariasi dalam hal
sejauh mana orangtua menjaga, mengawasi atau berusaha agar anak memenuhi
tuntutan tersebut.
c.Sikap Ketat(Strictness)
Aspek ini dikaitkan dengan sikap orangtua yang ketat
dan tegas menjaga anak agar selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang diberikan
oleh orangtuanya.Orangtua tidak menginginkan anaknya membantah atau tidak
menghendaki keberatan-keberatan yang diajukan anak terhadap peraturan-peraturan
yang telah ditentukan.
d.Campur Tangan(Intrusiveness)
Campur tangan orangtua dapat diartikan dapat diartikan
sebagai intervensi yang dilakukan orangtua terhadap rencana-rencana anak,
hubungan interpersonal anak atau kegiatan lainnya.Menurut Seligman, 1975 (dalam
Maccoby, 1980), orangtua yang selalu turut campur dalam kegiatan anak
menyebabkan anak kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri sehingga
anak memiliki perasaan bahwa dirinya tidak berdaya. Anak akan berkembang
menjadi apatis, pasif, kurang inisiatif, kurang termotivasi, bahkan mungkin
dapat timbul perasaan depresif.
e.Kekuasaan yang Sewenang –wenang(Arbitrary
exercise of power)
Orangtua yang menggunakan kekuasaan sewenang-wenang,
memiliki kontrol yang tinggi dalam menegakan aturan-aturan dan
batasan-batasan.Orangtua merasa berhak menggunakan hukuman bila tingkah laku
anak tidak sesuai dengan yang diharapkan.Selain itu, hukuman yang diberikan
tersebut tanpa disertai dengan penjelasan mengenai letak kesalahan anak.Baumrind,
1977 (dalam Maccoby, 1980) menyatakan bahwa orangtua yang menerapkan kekuasaan
yang sewenang-wenang, maka anaknya memiliki kelemahan dalam mengadakan hubungan
yang positif dengan teman sebayanya, kurang mandiri, dan menarik diri.
2.Dimensi Kehangatan
Maccoby, 1980 menyatakan bahwa kehangatan merupakan
aspek yang penting dalam pengasuhan anak karena dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan dalam kehidupan keluarga. Dimensi kehangatan memiliki beberapa
indikator, yaitu :
(1) Perhatian orangtua terhadap kesejahteraan anak,
(2)Responsifitas orangtua terhadap kebutuhan anak,
(3) Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama
dengan anak,
(4) Menunjukan rasa antusias pada tingkah laku yang
ditampilkan anak,
(5) Peka terhadap kebutuhan emosional anak.
Dalam memberikan aturan-aturan kepada anak, setiap
orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda-beda. Berdasarkan latar
belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam
pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda pula.Dari beberapa uraian
pengertian pola asuh yang dikemukakan oleh beberapa tokoh diatas dapat
disimpulkan bahwasanya pola asuh merupakan cara-cara pengarahan tingkah laku
yang dilakukan oleh orang
tua, dalam pembentukan interaksi sosial, dan nilai sistem
pada si anak agar sesuai yang diinginkan orangtua dan menjadi orang yang
bertanggung jawab atas dirinya.
Hurlock (1999) membagi bentuk pola asuh orang tua
menjadi 3 macam pola asuh orang tua yaitu :
a. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingananak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari
tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga
bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang
melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada
anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak
bersifat hangat.
b. Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak
harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini
cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa
yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum
anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi
biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik
dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
c. Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat
longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau
memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit
bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya
bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Para ahli menemukan
bahwa pola asuh yang ditampilkan orangtua memiliki korelasi dengan perilaku
anak. Salah satu ahli yang meneliti hal itu adalah Baumrind (dalam Santrock,
2004).
C.
HAKIKAT PERKEMBANGAN ANAK
Mengutip
tulisan Jamaris (2006 : 19) perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat
kumulatif, artinya perkembangan terdahulu menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya.
Oleh sebab itu, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka
perkembangan selanjutnya akan cenderung mendapat hambatan.
Anak
usia dini berada dalam masa keemasan disepanjang rentang usia perkembangan
manusia. Montessori dalam Hainstock (1999 : 10-11) mengatakan bahwa masa ini
merupakan periode sensitif (sensitive
periods), selama masa inilah anak secara khusus mudah menerima
stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada masa ini anak siap melakukan
berbagai kegiatan dalam rangka memahamidan menguasai lingkungannya. Selanjutnya
Montessori menyatakan bahwa usia keemasan merupakan masa dimana anak mulai peka
untuk menerima berbagai stimulus dan berbagai upaya pendidikan dari
lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa peka inilah
terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon
dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola
perilakunya sehari-hari.
Berdasarkan
teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak lahir dengan lebih dari
satu bakat. Bakat tersebut bersifat potensial dan ibaratnya belum muncul di atas permukaan air. Untuk itulah anak
perlu diberikan pendidikan yang sesuai dengan perkembangannya dengan cara
memperkaya lingkungan bermainnya. Itu berarti orang dewasa perlu memberi
peluang kepada anak untuk menyatakan diri, berekspresi, berkreasi dan menggali
sumber-sumber terunggul yang tersembunyi dalam diri anak.
Untuk
itu paradigma baru pendidikan anak usia dini haruslah berorientasi pada
pendekatan berpusat pada anak (child
centered) dan perlahan-lahan menyeimbangkan dominasi pendekatan lama yang
berpusat pada guru (teacher centerd).
Pada
hakikatnya anak adalah mahluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya.
Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat menuangkan
air begitu saja ke dalam gelas seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan
membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan
menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi
yang tersembunyi tersebut.
Berdasarkan
tinjauan aspek pedagogis, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau
pondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Diyakini oleh
sebagian besar pakar pendidikan anak, bahwa masa kanak-kanak yang bahagia
merupakan dasar bagi keberhasilan di masa yang akan datang dan sebaliknya.
Untuk itu agar pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal, maka
dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat memberikan stimulasi dan
upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.
Secara
teoritis berdasarkan aspek perkembangannya, seorang anak dapat belajar dengan
sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya dipenuhi dan mereka aman dan nyaman
secara psikologis. Selain itu hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa
anak membangun pengetahuannya sendiri, anak belajar melalui interaksi sosial
dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya, anak belajar melalui bermain, mina
anak dan rasa keingintahuannya memotivasi untuk belajar sambil bermain serta
terdapat variasi individual dalam perkembangan dan belajar.
Berhubungan
dengan hal tersebut di atas, maka Wolfgang dan Wolfgang (1995 : 14) mengatakan
bahwa pendidik anak usia dini berkaitan dengan teori perkembangan, antara lain
: (1) tanggap dengan proses yang terjadi dalam diri anak dan berusaha mengikuti
arus perkembangan anak yang individual, (2) mengkreasikan lingkungan dengan
materi luas yang beragam dan alat-alat yang memungkinkan anak belajar, (3)
memperhatikan laju dan kecepatan belajar dari masing-masing anak, dan (4)
adanya bimbingan dari guru agar anak tertantang untuk melakukan sendiri.
II. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. TUJUAN
PENELITIAN
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan
antara : (1) Pendidikan dengan pola asuh, (2) Pola asuh dengan perkembangan
anak (3) Pendidikan dengan perkembangan anak jika dikontrol oleh tingkat
pendidikan orang tua di Kelurahan Menteng Atas.
B. TEMPAT
DAN WAKTU PENELITIAN
1. Tempat
Penelitian
Penelitian dllaksanakan di
BKB PAUD Cempaka beralamat di Jalan Muria Kampung Makmur Komplek Masjid AL
Bakrie Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Kota Administrasi Jakarta
Selatan
2. Waktu
Penelitian
Penelitian dilakukan pada semester
genap tahun 2018 - 2019, perkiraan bulan Maret – April 2018
C. LATAR
PENELITIAN
Unit analisi sudah ditetapkan dalam
rancangan yang dilakukan yaitu anak usia 4 – 5 tahun, orang tua anak dan guru
PAUD di BKB PAUD Cempaka
D. METODE
PENELITIAN
Metode
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelitian
etnografi. Metode penelitian etnografi adalah metode penelitian kualitatif yang
melakukan studi terhadap kehidupan suatu kelompok masyarakat secara alami untuk
mempelajari dan menggambarkan pola budaya satu kelompok tertentu dalam hal
kepercayaan, bahasa dan pandangan yang dianut bersama dalam kelompok ini.
E. DATA
DAN SUMBER DATA
Pada
bagian ini diuraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data
penelitian sebagai berikut :
a. Tahap
persiapan, yaitu mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan alat
pengumpulan data sebagai observasi dan wawacara.
b. Tahap
pelaksanaan, yaitu menemui Kepala Sekolah BKB PAUD Cempaka untuk memberitahukan
sekaligus membicarakan mekanisme yang akan ditempuh dalam wawancara kepada guru
dan orang tua murid 4 – 5tahun di BKB PAUD Cempaka.
c. Tahappengumpulan
data, data hasil observasi berupa catatan dan hasil wawancara yang telah
dilakukan kepada guru dan orang tua anak usia 4 – 5 tahun di BKB PAUD Cempaka dikumpulkan
untuk analisis data.
F. TEHNIK
PENGUMPULAN DATA
Untuk memperoleh data
akuta banyak tenik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi,
Wawancara , Studi Dokmentasi dan angket.
a.
Observasi
Bservasi
merupakan tehnik penelitian yang secara langsung melibatkan peneliti dalam
situasi penelitian secara pribadi untuk berada pada situasi penelitian
(pembelajaran sehari-hari). Dalam melakukan observasi penting sekali peneliti
membuat catatan singkat pada saat observasi, proses pengamatan dilakukan secara
intensif yaitu dilakukan secara terus menerus sampai memperoleh hasil yang
dianggap berhasil.
b.
Wawancara
Metode
wawancara/interview yang digunakan adalah face to face atau bertemu secara
langsung antara peneliti dan informan untuk bertukar informasi danide melalui
tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu.
c.
Studi Dokumentasi
Dokumentasi
hanya sebagai peengkap dan tehnik data untuk mendapatkan sumber data yang
berkaitan dengan keadaan georafis dan kondisi pendudukdi lokasi tempat
penelitian
d.
Angket
Untuk
mengecek atas kebenaran data pelaksanaan dan hasil penelitian.
G. TEHNIK
ANALISA DATA
Analisa
data merupakan suatu kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber
lain terkumpul. Untuk analisa data yang telah diperoleh dari berbagai sumber,
maka data tersebut dioleh dengan langkah-langkah :
a. Data
diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab masalah
penelitian.
b. Data
diolah sesuai dengan masalah penelitian.
c. Analisa
data dengan menggunakan kata-kata yang sederhana sebagai jawaban terhadap
masalah.
d. Menganalisa
data yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar