Welcome to my bloq... ^-^ Samika ^-^ STKIP KUSUMA NEGARA^_^

Sabtu, 06 Januari 2018

Analisis tingkat pendidikan dan pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak usia 4-5 tahun (etnologi)




PROPOSAL
Analisis tingkat pendidikan dan pola asuh orang tua terhadap perkembangan anak usia 4-5 tahun
Disusun guna memenuhi tugas matakuliah :
Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu : Iswadi, M.Pd
Image result for logo stkip kusumanegara
Disusun oleh :
Fathonah               20158400083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KUSUMA NEGARA JAKARTA
2018

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG MASALAH
Diperkirakan 1-3 % penduduk Indonesia menderita retardasi mental. Kelainan ini dipengaruhi oleh dua faktor diantaranya faktor primer dan faktor sekunder. Faktor primer disebabkan oleh faktor keturunan (genetik) dan faktor sekunder disebabkan faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi saat masih dalam kandungan atau anak-anak (Gazali : 2007). Perkembangan masa anak meliputi kemampuan berbahasa, kreatifitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi akan berjalan sangat cepat (Soetjiningsih : 1995). Dalam perkembangan ini otak anak lebih terbuka untuk belajar dan diperkaya serta lebih peka terhadap lingkungan, terutama lingkungan yang tidak mendukung, termasuk kemiskinan dan stimulasi yang kurang, sehingga masa ini disebut juga sebagai “Masa Keemasan” (Golden Age Periods) atau “Jendela Keemasan” (Window of Opportunity) atau “Masa Krisis” (Crictical Periods). Berhubung masa ini tidak berlangsung lama, anak harus mendapat perhatian yang serius pada awal kehidupannya. Mengingat pentingnya perkembangan pada masa anak maka stimulasi dan deteksi dini perlu dilakukan (Depkes RI : 2005).
Untuk itu sebaiknya orang tua dan orang dewasa lainnya perlu : (1) memberi kesempatan dan menunjukkan permainan serta alat permainan tertentu yang dapat memicu munculnya masa peka/menumbuh kembangkan potensi yang sudah memasuki masa peka: (2) memahami bahwa anak masih berada pada masa egosentris , yang ditandai dengan seolah-olah dialah yang paling benar, keinginannya harus selalu dituruti dan sikap mau menang sendiri dan sikap orang tua dalam menghadapi masa egosentris pada anak usia dini dengan memberi pengertian secara bertahap pada anak agar dapat menjadi mahluk sosial yang baik: (3) pada masa ini proses peniruan anak terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya tampak semakin meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang dtunjukkan oleh orang-orang disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang sering ditampilkan di televisi. Pada saat ini orang tua atau guru haruslah dapat menjadi tokoh panutan bagi anak dalam perilaku: (4) masa berkelompok untuk itu biarkan anak bermain di luar rumah bersama-sama temannya, jangan terlalu membatasi anak dalam pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasi dan beradaptasi sesuai dengan perilaku dengan lingkungan sosialnya: (5) memahami pentingnya eksplorasi bagi anak. Biarkan anak memanfaatkan benda-benda yang ada disekitarnya dan biarkan anak melakukan trial and error, karena memang anak adalah penjelajah yang ulung: (6) disarankan agar tidak boleh selalu memarahi anak saat ia membangkang karena bagaimanapun juga  ini merupakan suatu masa yang akan datang dilalui oleh setiap anak. Selain itu, bila terjadi pembangkangan sebaiknya diberi waktu pendinginan (cooling down). Pada kenyataannya masih terdapat sebagian orang tua dan guru belum memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak usia dini. Keterbatasan  pengetahuan dan informasi  yang dimiliki orang tua dan guru menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang optimal (http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0205/11/ 1104.htm).
Keluarga sebagai masyarakat pendidikan yang pertama dan utama menjadi faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak. Masa pendidikan keluarga pada tahun pertama merupakan tahun-tahun yang menentukan perkembangan kepribadian anak pada masa depannya. Dasar-dasar dari lapisan watak dan kepribadian terbentuk dalam perkembangan awal dari umur empat tahun dalam lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Kenakalan seorang anak akibat latar belakang yang serba semrawut dan sebaiknya faktor keluarga sebagai faktor dasar dalam pembentukan pribadi anak benar-benar harmonis.
            Pendidikan keluarga bukanlah pendidikan yang diorganisasikan tetapi pendidikan yang “organik” yang didasarkan pada “spontanitas, intuisi, pembiasaan dan improvisasi. Keluarga menanggungjawabi dalam embentukan sumber daya insan kamil, karena disitulah untuk pertama kali seseorang mengawali hidupnya.

B.     FOKUS PENELITIAN
Penelitian fokus pada orang tua dan anak usia dini BKB PAUD CEMPAKA Kelompok B, dimana wilayah tersebut termasuk padat, terdiri dari berbagai macam suku, ras dan golongan serta memiliki tingkat kesejahteraan penduduk yang masih dibawah rata – rata.
C.    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah dan pembahasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka diajukan rumusan masalah  sebagai berikut :
1.    Apakah pendidikan orang tua mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak usia 4 – 5 tahun
2.    Apakah pola asuh orang tua mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak usia 4 – 5 Tahun”
3.    Pola asuh yang bagaimanakah yang menyebabkan perkembangan  sosial emosional anak usia 4 - 5 tahun menjadi optimal

D.    KEGUNAAN PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna, baik secara teoritis maupun secara praktis :anga
1.     Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan kontribusi pemikiranhubungan tingkat pendidikan dan pola asuh terhadap perkembangan anak usia 4 – 5  tahun
2.     Secara Praktis
a.    Bagi Peneliti, penelitian ini akan memberikan manfaat yaitu pengalaman praktis dalam bidang penelitian ilmiah dan dapat membuktikan bahwa tingkat pendidikan dan pola asuh yang diterapkan orang tua mempengaruhi perkembangan anak
b.    Bagi orang tua/orang dewasa memiliki pengetahuan dalam memberikan pola asuh yang tepat agar tingkat perkembangan anak dapat tumbuh optmal.
c.    Bagi Guru, dapat dijadikan acuan dalam melakukan pendekatan dalam proses belajar mengajar bagi anak yang mmengalamitingkat perkembangan yang kurang optimal.
d.    Bagi anak didik, dapat menjalani proses pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan tingkat perkembangan usianya.





BAB II
LANDASAN TEORI
I. DESKRIPSI KONSEPTUAL FOKUS dan SUB FOKUS PENELITIAN
A.           HAKIKAT PENDIDIKAN,
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab (UU RI No.20/2003 BAB II Pasal 3).
Pendidikan menurut Emile Durkheim pendidikan adalah pengaruh yang dilaksanakan oleh orang dewasa atas generasi yang belum matang untuk penghidupan sosial.
Pendidikan menurut Dictionary of Education pendidikan adalah proses dimana seorang mengembangkan kemampuan sikap dan bentuk-bentuk perilaku lainnya didalam masyarakat dimana yang bersangkutan hidup.
Pendidikan menurut Brubacher (1992:37) adalah proses timbal balik dari tiap pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman dan alam semesta.
Pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja dan Harahap (1992:257) pendidikan adalah semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, pegalamannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha penyiapannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.
Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah daya upaya untuk memajukan perkembangan budi pekerti, pikiran dan tubuh anak dalam pegertian tidak boleh dipisah-pisahkan bagian itu supaya dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik selaras dengan alamnya dan masyarakatnya.
Urgensi pendidikan anak usia dini berdasarkan tinjauan didaktis psikologi adalah untuk mengembangkan berbagai aspek kecerdasan yang merupakan potensi bawaan. Kecerdasan ang dimiliki oleh seorang anak hanya akan berarti apabila dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, yang dikenal dengan istilah kecakapan hidup (life skills). Berdasarkan hasil penelitian Maddaleno dan Infante (2001:5), mengidentifikasi terdapat tiga kategori kunci tentang life skills yaitu : keterampilan sosial dan interpersonal, keterampilan kognitif dan keterampilan meniruemosi (emosional coping skills).



B.           HAKIKAT POLA ASUH ORANG TUA
Di dalam masyarakat sendiri pola asuh lebih dipahami bagaimana orang tua mengasuh dan mendidik anak mulai dari kebutuhan dasar mereka sampai kebutuhan fisik dan psikis anak, termasuk kebutuhan kasih sayang. Cara atau gaya yang dipakai orang tua dalam mengasuh anak natinya akan turut menentukan perilaku anak-anaknya kelak.
Pola asuh orang tua menjadi sangat penting dalam proses perkembangan dan pertumbuhan anak baik secara fisik maupun psikis. Bukan hanya tuntutan yang diberikan oleh orang tua kepada anak, tetapi orang tua juga mendorong dan memotivasi anak untuk hal-hal yang positif buat anak yang akan sangat berguna untuk masa yang akan datang
Khamim Zarkashi dalam bukunya (2005;131) Setiap orangtua pasti mencintai anak-anaknya dan menginginkan agar anak mereka kelak menjadi orang yang bahagia dalam mengarungi hidup dan senantiasa menemukan pilihan hidup yang terbaik. Termasuk juga dalam hal memilih tempat pendidikan bagi anak, orangtua akan mencari informasi sebanyak mungkin agar anak tidak salah pilih dan terjerumus pada pilihan yang salah.
Santrock (2002) mengatakan yang dimaksud dengan pola asuh adalah cara atau metode pengasuhan yang digunakan oleh orang tua agar anak-anaknya dapat tumbuh menjadi individu-individu yang dewasa secara sosial.
Sedangkan Gunarsa (1990) mengungkapkan bahwa pola asuh adalah suatu gaya mendidik yang dilakukan oleh orangtua untuk membimbing dan mendidik anak-anaknya dalam proses interaksi yang bertujuan memperoleh suatu perilaku yang diinginkan.
Irawati (2009) mengatakan bahwa pola asuh yang baik adalah pola asuh yang diselimuti dengan cinta, kasih sayang dan kelembutan serta diiringi dengan penerapan pengajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan usia dan kecerdasan anak, akan menjadi kunci kebaikananak dikemudian hari.
Ulwan (2009) menambahkan jika remaja diperlakukan oleh kedua orang tuanya dengan perlakuan kejam, dididik dengan pukulan yang keras dan cemoohan pedas, serta diliputi dengan penghinaan, ejekan dan pemberian label-label negatif maka yang akan muncul adalah citra diri negatif pada remaja. Dan ini merupakan pola asuh yang buruk.
Irawati (2009) dan Ulwan (2002) mengatakan bahwa setidaknya ada tiga aspek yang pola asuh orang tua, ketiga aspek tersebut adalah:
1. Komunikasi antara orang tua dan anak.
2. Kewibawaan orang tua.
3. Keteladanan orang tua (uswah khasanah).
Baumrind dalam (Maccoby, 1980) menyatakan bahwa pola asuhorangtua memiliki dua dimensi, yaitu :
1.Dimensi Kontrol
Dimensi ini berhubungan dengan sejauhmana orangtua mengharapkan dan menuntut kematangan serta prilaku yangbertanggung jawab dari anak. Dimensi kontrol memiliki indikator, yaitu :
a.Pembatasan(Restrictiveness)
Pembatasan merupakan suatu pencegahan atassuatu hal yang ingin dilakukananak.Keadaan ini ditandai dengan banyaknya larangan yang dikenakan pada anak. Orangtuacenderung memberikan batasan-batasan terhadap tingkah laku atau kegiatan anak tanpa disertai penjelasan mengenai apa yang boleh dilakukandan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga anak dapat menilai pembatasan-pembatasan tersebut sebagai penolakan orangtua atau pencerminan bahwa orangtua tidak mencintainya.
b.Tuntutan(Demandingeness)
Secara umum dapat dikatakan bahwa adanya tuntutan berarti orangtua mengharapkan dan berusaha agar anak dapat memenuhi standar tingkah laku, sikap serta tanggung jawab sosial yang tinggi atau yang telah ditetapkan. Tuntutan yang diberikan oleh orangtua akan bervariasi dalam hal sejauh mana orangtua menjaga, mengawasi atau berusaha agar anak memenuhi tuntutan tersebut.
c.Sikap Ketat(Strictness)
Aspek ini dikaitkan dengan sikap orangtua yang ketat dan tegas menjaga anak agar selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang diberikan oleh orangtuanya.Orangtua tidak menginginkan anaknya membantah atau tidak menghendaki keberatan-keberatan yang diajukan anak terhadap peraturan-peraturan yang telah ditentukan.
d.Campur Tangan(Intrusiveness)
Campur tangan orangtua dapat diartikan dapat diartikan sebagai intervensi yang dilakukan orangtua terhadap rencana-rencana anak, hubungan interpersonal anak atau kegiatan lainnya.Menurut Seligman, 1975 (dalam Maccoby, 1980), orangtua yang selalu turut campur dalam kegiatan anak menyebabkan anak kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri sehingga anak memiliki perasaan bahwa dirinya tidak berdaya. Anak akan berkembang menjadi apatis, pasif, kurang inisiatif, kurang termotivasi, bahkan mungkin dapat timbul perasaan depresif.
e.Kekuasaan yang Sewenang –wenang(Arbitrary exercise of power)
Orangtua yang menggunakan kekuasaan sewenang-wenang, memiliki kontrol yang tinggi dalam menegakan aturan-aturan dan batasan-batasan.Orangtua merasa berhak menggunakan hukuman bila tingkah laku anak tidak sesuai dengan yang diharapkan.Selain itu, hukuman yang diberikan tersebut tanpa disertai dengan penjelasan mengenai letak kesalahan anak.Baumrind, 1977 (dalam Maccoby, 1980) menyatakan bahwa orangtua yang menerapkan kekuasaan yang sewenang-wenang, maka anaknya memiliki kelemahan dalam mengadakan hubungan yang positif dengan teman sebayanya, kurang mandiri, dan menarik diri.
2.Dimensi Kehangatan
Maccoby, 1980 menyatakan bahwa kehangatan merupakan aspek yang penting dalam pengasuhan anak karena dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kehidupan keluarga. Dimensi kehangatan memiliki beberapa indikator, yaitu :
(1) Perhatian orangtua terhadap kesejahteraan anak,
(2)Responsifitas orangtua terhadap kebutuhan anak,
(3) Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dengan anak,
(4) Menunjukan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak,
(5) Peka terhadap kebutuhan emosional anak.
Dalam memberikan aturan-aturan kepada anak, setiap orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda-beda. Berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda pula.Dari beberapa uraian pengertian pola asuh yang dikemukakan oleh beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwasanya pola asuh merupakan cara-cara pengarahan tingkah laku yang dilakukan oleh orang
tua, dalam pembentukan interaksi sosial, dan nilai sistem pada si anak agar sesuai yang diinginkan orangtua dan menjadi orang yang bertanggung jawab atas dirinya.
Hurlock (1999) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi 3 macam pola asuh orang tua yaitu :
a. Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingananak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.
b. Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.
c. Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak. Para ahli menemukan bahwa pola asuh yang ditampilkan orangtua memiliki korelasi dengan perilaku anak. Salah satu ahli yang meneliti hal itu adalah Baumrind (dalam Santrock, 2004).

C.           HAKIKAT PERKEMBANGAN ANAK
Mengutip tulisan Jamaris (2006 : 19) perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, artinya perkembangan terdahulu menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan cenderung mendapat hambatan.
Anak usia dini berada dalam masa keemasan disepanjang rentang usia perkembangan manusia. Montessori dalam Hainstock (1999 : 10-11) mengatakan bahwa masa ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), selama masa inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka memahamidan menguasai lingkungannya. Selanjutnya Montessori menyatakan bahwa usia keemasan merupakan masa dimana anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulus dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari.
Berdasarkan teori perkembangan anak, diyakini bahwa setiap anak lahir dengan lebih dari satu bakat. Bakat tersebut bersifat potensial dan ibaratnya belum muncul  di atas permukaan air. Untuk itulah anak perlu diberikan pendidikan yang sesuai dengan perkembangannya dengan cara memperkaya lingkungan bermainnya. Itu berarti orang dewasa perlu memberi peluang kepada anak untuk menyatakan diri, berekspresi, berkreasi dan menggali sumber-sumber terunggul yang tersembunyi dalam diri anak.
Untuk itu paradigma baru pendidikan anak usia dini haruslah berorientasi pada pendekatan berpusat pada anak (child centered) dan perlahan-lahan menyeimbangkan dominasi pendekatan lama yang berpusat pada guru (teacher centerd).
Pada hakikatnya anak adalah mahluk individu yang membangun sendiri pengetahuannya. Itu artinya guru dan pendidik anak usia dini lainnya tidaklah dapat menuangkan air begitu saja ke dalam gelas seolah-olah kosong melompong. Anak lahir dengan membawa sejumlah potensi yang siap untuk ditumbuhkembangkan asalkan lingkungan menyiapkan situasi dan kondisi yang dapat merangsang kemunculan dari potensi yang tersembunyi tersebut.
Berdasarkan tinjauan aspek pedagogis, masa usia dini merupakan masa peletak dasar atau pondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Diyakini oleh sebagian besar pakar pendidikan anak, bahwa masa kanak-kanak yang bahagia merupakan dasar bagi keberhasilan di masa yang akan datang dan sebaliknya. Untuk itu agar pertumbuhan dan perkembangan tercapai secara optimal, maka dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat memberikan stimulasi dan upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak.
Secara teoritis berdasarkan aspek perkembangannya, seorang anak dapat belajar dengan sebaik-baiknya apabila kebutuhan fisiknya dipenuhi dan mereka aman dan nyaman secara psikologis. Selain itu hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa anak membangun pengetahuannya sendiri, anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak-anak lainnya, anak belajar melalui bermain, mina anak dan rasa keingintahuannya memotivasi untuk belajar sambil bermain serta terdapat variasi individual dalam perkembangan dan belajar.
Berhubungan dengan hal tersebut di atas, maka Wolfgang dan Wolfgang (1995 : 14) mengatakan bahwa pendidik anak usia dini berkaitan dengan teori perkembangan, antara lain : (1) tanggap dengan proses yang terjadi dalam diri anak dan berusaha mengikuti arus perkembangan anak yang individual, (2) mengkreasikan lingkungan dengan materi luas yang beragam dan alat-alat yang memungkinkan anak belajar, (3) memperhatikan laju dan kecepatan belajar dari masing-masing anak, dan (4) adanya bimbingan dari guru agar anak tertantang untuk melakukan sendiri.



II. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN





BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.     TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara : (1) Pendidikan dengan pola asuh, (2) Pola asuh dengan perkembangan anak (3) Pendidikan dengan perkembangan anak jika dikontrol oleh tingkat pendidikan orang tua di Kelurahan Menteng Atas.

B.     TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
1.    Tempat Penelitian
Penelitian dllaksanakan di BKB PAUD Cempaka beralamat di Jalan Muria Kampung Makmur Komplek Masjid AL Bakrie Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Kota Administrasi Jakarta Selatan
2.    Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada semester genap tahun 2018 - 2019, perkiraan bulan Maret – April 2018





C.    LATAR PENELITIAN
Unit analisi sudah ditetapkan dalam rancangan yang dilakukan yaitu anak usia 4 – 5 tahun, orang tua anak dan guru PAUD di BKB PAUD Cempaka

D.    METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan penelitian etnografi. Metode penelitian etnografi adalah metode penelitian kualitatif yang melakukan studi terhadap kehidupan suatu kelompok masyarakat secara alami untuk mempelajari dan menggambarkan pola budaya satu kelompok tertentu dalam hal kepercayaan, bahasa dan pandangan yang dianut bersama dalam kelompok ini.

E.     DATA DAN SUMBER DATA
Pada bagian ini diuraikan langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian sebagai berikut :
a.    Tahap persiapan, yaitu mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan alat pengumpulan data sebagai observasi dan wawacara.
b.    Tahap pelaksanaan, yaitu menemui Kepala Sekolah BKB PAUD Cempaka untuk memberitahukan sekaligus membicarakan mekanisme yang akan ditempuh dalam wawancara kepada guru dan orang tua murid 4 – 5tahun di BKB PAUD Cempaka.
c.    Tahappengumpulan data, data hasil observasi berupa catatan dan hasil wawancara yang telah dilakukan kepada guru dan orang tua anak usia 4 – 5 tahun di BKB PAUD Cempaka dikumpulkan untuk analisis data.

F.     TEHNIK PENGUMPULAN DATA
Untuk memperoleh data akuta banyak tenik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Observasi, Wawancara , Studi Dokmentasi dan angket.
a.    Observasi
Bservasi merupakan tehnik penelitian yang secara langsung melibatkan peneliti dalam situasi penelitian secara pribadi untuk berada pada situasi penelitian (pembelajaran sehari-hari). Dalam melakukan observasi penting sekali peneliti membuat catatan singkat pada saat observasi, proses pengamatan dilakukan secara intensif yaitu dilakukan secara terus menerus sampai memperoleh hasil yang dianggap berhasil.
b.    Wawancara
Metode wawancara/interview yang digunakan adalah face to face atau bertemu secara langsung antara peneliti dan informan untuk bertukar informasi danide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu.
c.    Studi Dokumentasi
Dokumentasi hanya sebagai peengkap dan tehnik data untuk mendapatkan sumber data yang berkaitan dengan keadaan georafis dan kondisi pendudukdi lokasi tempat penelitian
d.    Angket
Untuk mengecek atas kebenaran data pelaksanaan dan hasil penelitian.

G.    TEHNIK ANALISA DATA
Analisa data merupakan suatu kegiatan setelah data dari seluruh responden atau sumber lain terkumpul. Untuk analisa data yang telah diperoleh dari berbagai sumber, maka data tersebut dioleh dengan langkah-langkah :
a.    Data diseleksi dan dikelompokkan sesuai dengan kebutuhan untuk menjawab masalah penelitian.
b.    Data diolah sesuai dengan masalah penelitian.
c.    Analisa data dengan menggunakan kata-kata yang sederhana sebagai jawaban terhadap masalah.
d.    Menganalisa data yang telah disusun sesuai dengan tujuan penelitian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar