PROPOSAL
METODOLOGI PENELITIAN
Gambaran
perilaku sosial anak usia 4-5 tahun
dipaud
Nanas 1 Jagakarsa Jakarta Selatan
Disusun
guna memenuhi tugas matakuliah :
Metodologi Penelitian
Dosen
Pengampu : Iswadi, M.Pd
Disusun
Oleh :
Nama:
Sa’diyah
NPM: 20158400074
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAKUSIA DINI
SEKOLAH TINGGI ILMU KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KUSUMA NEGARA JAKARTA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Masa usia dini merupakan periode
emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses
pendidikan.Periode ini adalah masa-masa yang paling berharga bagi seorang anak
untuk mengenali berbagai macam fakta dilingkungannya sebagai stimulans terhadap
perkembangan kepribadian,psikomotor,kognitif maupun sosialnya.Perkembangan
sosial adalah proses kemampuan belajar dan tingkah laku yang berhubungan dengan
individu untuk hidup sebagai bagian dari kelompoknya.Didalam perkembangan
sosial,anak dituntut untuk memiliki kemampuan yang sesuai dengan tuntutan
sosial yang dimaksud adalah anak dapat bersosialisasi dengan baik sesuai dengan
tahap perkembangan dan usianya.Norman (2011)mengatakan manusia sejak lahir
dikaruniai potensi sosialitas,artinya setiap individu memiliki kemampuan untuk
mencapai tujuan hidupnya,tetapi juga merupakan sarana untuk pertumbuhan dan
perkembangan kepribadiannya.Karena manusia pada hakikatnya adalah makhluk
sosial yang membutuhkan kerjasama,empati,simpati,saling berbagi dan saling
membantu dengan sesamanya.
Susanto (2014:134) menyatakan bahwa
makna sosial dipahami sebagai upaya pengenalan (sosialisasi) anak terhadap
orang lain yang ada diluar dirinya dan lingkungannya,serta pengaruh timbal
balik dari berbagai segi kehidupan bersama yang mengadakan hubungan satu dengan
yang lainnya,baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok.
Kemampuan berprilaku sosial perlu
dimiliki sejak anak masih kecil sebagai suatu fondasi bagi perkembangan
kemampuan anak berinteraksi dengan lingkungannya secara lebih luas.Ketidak
mampuan anak berperilaku sosial yang diharapkan lingkungannya,dapat berakibat
anak terkucil dari lingkungan,dan sebagainya.Akibatnya anak akan mengalami
hambatan dalam perkembangan selanjutnya.
Teman sebaya dapat memberikan
bantuan dimana anak yang tadinya takut dan tidak mampu melakukan suatu kegiatan
menjadi percaya diri dan kuat bahwa ia akan bisa melakukan hal tersebut
dikarenakan bantuan seperti dukungan yang diberikan oleh teman
sebayanya.Interaksi sosial yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap
proses berinteraksi dengan teman sebaya,dengan demikian peserta didik
berinteraksi dengan empati,saling menghormati,dan menerima kekurangan atau
kelebihan masing-masing anak.Dengan cara seperti ini akan menumbuhkan rasa
nyaman,sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan dapat
berinteraksi dengan baik.
Pada dasarnya anak khususnya anak
usia dini memiliki keinginan yang kuat untuk dapat diterima oleh kelompoknya.Ia
akan terus berusaha untuk dapat bergabung
dan diakui
oleh kelompok sebayanya.Bila anak itu tidak diakui oleh kelompoknya,maka ia
akan mencari cara lain untuk dapat diterima dalam kelompok sebaya tersebut.
Berdasarkan hasil survey di paud
nanas 1 kelurahan Cipedak Kecamatan Jagakarsa Jakarta selatan peneliti
menemukan beberapa fenomena tentang perilaku sosial anak yaitu masih adanya anak
yang sering berkelahi dengan temannya,mengganggu anak lain yang sedang
mengerjakan tugasnya.Ada anak yang cepat emosi apbila mengerjakan tugasnya,dan
adanya anak yang tidak suka bekerjasama dalam pembelajaran.
Dari
permasalahan diatas,peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul”Gambaran perilaku sosial anak usia 4-5 tahun dipaud Nanas 1 Jagakarsa
Jakarta Selatan.
B. Fokus
Penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan
dilapangan terdapat dimensi-dimensi menarik dilapangan,sehingga dari banyaknya
dimensi tersebut untuk pembatasan lingkup penelitian maka perlu ditentukan
focus penelitian yaitu;
1. Mengetahui
gambaran perilaku sosial anak usia 4-5 tahun
2. Mengetahui
penyebab perilaku sosial anak’
C.Rumusan
Masalah
Menurut Setyosari Punaji H.(2010:53)
“Masalah adalah keadaan atau kesenjangan antara harapan dan kenyataan .Masalah
sebagai gapaian antara kebutuhan yang diinginkan dan kebutuhan yang ada”.
Dari latar belakang yang telah
dituliskan diatas,perilaku sosial anak usia dini menjadi hal yang menarik untuk
diteliti.berdasarkan hal tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana
gambaran perilaku sosial anak usia dini di paud nanas 1?
2. Apakah
penyebab perilaku sosial anak usia dini di Paud Nanas 1?
D.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat
bermanfaat di berbagai pihak
1.Secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna
bagi pengembangan ilmu pendidikan dalam segi pendidikan anak usia dini dalam
upaya meningkatkan pengembangan pembelajaran pada pendidikan anak usia dini.
2. Secara praktis
a.bagi peneliti,sebagai
bentuk pengalaman sekaligus menambah wawasan dan pengetahuan tntang gambaran
perilaku sosial anak usia dini.
b. Bagi guru,semoga dapat
menjadi bahan acuan sebagai pendekatan kepada
anak didik
c. Bagi sekolah,hasil
penelitian sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan tentang gambaran
perilaku sosial yang ada disekolahnya.
d. Bagi pembaca,penelitian ini semoga
berguna untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya mengetahui perilaku
sosial anak usia dini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Deskripsi
Konseptual Fokus dan Sub Fokus Penelitian
1.
Pengertian Perilaku Sosial
Perilaku sosial merupakan
aktivitas dalam hubungan dengan orang lain,baik dengan teman sebaya,guru,orang
tua,maupun saudara-saudaranya.Didalam hubungan dengan orang lain,terjadi
peristiwa yang sangat bermaknadalam kehidupannya yang membentuk
kepribadiannya,yang membantu berkembang menjadi manusia sebagaimana adanya.
Einsberg(1982:5) mengatakan bahwa
perilaku sosial adalah tingkah laku seseorang yang bermaksud mengubah keadaan
psikis atau fisik penerima sedemikian rupa,sehingga penolong akan merasa bahwa
penerima menjadi lebih sejahtera atau puas secara material ataupun
psikologis.Dari definisi Ensberg tersebut dapat difahami bahwa perilaku sosial
lebih menitikberatkan pada perbuatan anak yang dimaksudkan untuk membantu
temannya melalui kemampuannya dalam menunjukkan empati,murah hati,kerja sama
dan kasih sayang.
Menurut
Hurlock dalam Susanto (2011:131) bahwa masa periodeperkembangan
anak
di bagi menjadi dua, yaitu masa awal dan akhir anak. Periode awal anak
berlangsung
dari usia dua tahun sampai dengan enam tahun maka disebutlah anak
usia
dini, adapun masa anak akhir yaitu dari usia enam tahunsampai si anak matang.
Banyaksebutan untuk menyebut anak usia dini saat berkembang, ada yang menyebut
“masa sulit, masa tumbuh kembang, dan masa pencarian jati diri.” Adapun sebutan
sebutan tersebut dikarenakan anak yang masi rentan terhadappenyakit dan mudah
sakit, oleh karena itu sebagai orang tua yang harus lebihwaspada terhadap
kesehatan anak. Selain itu, pada masa ini adalah masa dimana anak lebih banyakdanmenginginginkan kebebasan dalam melakukan
hal apapunnamun sering kali gagal yang mengakibatkan anak nakal, bandel dan
susah diatur. Pada masa ini adalah dimana masa tahapan yang paling penting
karena pada tahapan inilah anak mulai bersikap kritis dan sedang mencari jati
dirinya. Pada masa ini juga anak mudah menerima stimulus yang diberikan oleh
siapapun danyang pernah mereka dengar akan terekam diotak dalam
kelangsungankehidupanya.Pada masa ini adalah peran penting keluarga yang sangat
berpengaruh, terutama ibu si anak, karena anak memiliki sifat bergantung pada
ibunya untukmemperhatikan dan memenuhi kebutuhanya. Disinilah anak akan
terbentuk sopansantunya dari orang tua dan lingkungan.
Pendidikan
anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh
dan pemberiankegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan
ketrampilananak. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini maka
adanya penyelengaraan pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Pendidikan pada anak
usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan yang dilakukan oleh
pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada
anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengexplorasi
pengalaman yang memberikan kesempatan padanya untuk mengetahui dan memahami pengalaman
belajar yang diperolehnya dari lingkungan, dengan cara mengamati,meniru dan
berexperimen yang berlangsung secara berulang ulang dan melibatkan seluruh
potensi dan kecerdasan anak.
Anak
adalah pribadi yang unik dan melewati beberapa perkembangan kepribadian secara
terus menerus maka lingkungan yang diupayakan dan di inginkan oleh pendidik dan
orang tua yang dapat memberikan kesempatan lebih banyak pada anak untuk mengexplorasi
berbagai pengalaman dan berbagai suasana, hendaknya memperhatikan keunikan
anak-anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan anak. Menurut Berk, (dalam
Sujiono2013:6) menjelaskan bahwa Anak usia dini adalah
sosok
individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat bagi
kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun pada
masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang
mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia. Proses
pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus
memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak
2. Konsep-Konsep
Kemampuan Sosial Anak Usia DiniPrilaku sosial adalah kegiatan yang berhubungan
dengan orang lain.Kegiatan yang berkaitan dengan pihak lain yang memerlukan
dalam bersosialisasi dalam hal tingkah laku yang dapat diterima oleh orang
lain, belajar memainkan peran soaial yang dapat diterima oleh orang lain, serta
mengembangkan sikap sosial yang layak diterima oleh orang lain.
Menurut
Bartal dalam Susanto(2011:138) perilaku sosial diartikan sebagai perilaku yang
dilakukan secara suka rela (voluntary), yang dapat menguntungkan atau
menyenangkan orang lain tanpa antisipasi reward external. Perilaku sosial ini
di
lakukan dengan tujuan yang baik, seperti menolong, membantu, berbagi, dan
menyumbang.
Adapun
menurut Stang dan Wrightsman dalam Raven dan Rubin (1983) mengartikan perilaku
sosial sebagai suatu perilaku yang secara sukarela di llakukan dengan
tujuanagar dapat bermanfaat untuk orang lain. Secara spesifik, Hurlockdalam
Susanto (2011: 139) mengklasifikasikan pola perilaku sosial pada anak kedalam
pola-pola perilaku sebagai berikut yaitu, meniru, persaingan, kerjasama,
simpati, empati, dukungan sosial, membagi dan prilaku akrab.
Adapun
yang dimaksudkan dengan delapan pola prilaku tersebut yaitu:
1.
Meniru,anak
usia dini suka sekali meniru pilaku oang lain atau orang tua, sodara,
guru,
teman sebaya atau orang disekitarnya. Prilaku meniru anak bisa dibilang alamiah
karena kebanyakan anak usia dini suka menirukan prilaku orang lain
disekitarnya.
2. Persaingan,anak usia dini suka
sekali bersaing pada saat dalam keluarga anak-anak bersaing dengan sodara atau
sepupunya untuk mendapatkan pujian dan perhatian dari orang-orang yang ada
dirumah tersebut. Ketika persaingan dalam lingkungan sekolah dan teman sebaya
anak-anak akan mencari perhatian guru dengan cara menunjukan hasil karyanya
atau banyak tanya agar lebih terlihat menonjol dari teman yang lainya.
3. Kerjasama, mulai tahun ketiga akhir
anak mulai bermain secara baik dan bersama teman dengan membentuk suatu
kelompok anak usia dini mudah bekerjasama sesama teman karena anak usia dini
suka berganti ganti teman dalam jangka waktu lama atau sebentar.
4. Simpati,anak mudah bersimpati
terhadap orang lain karena ketika anak berusia lebih dari tiga tahun semakin
banyak kontak bermain dengan teman maka simpati akan cepat berkembang.
5. Empati,sama saja dengan simpatik bisa
merasakan keadaan emosional orang lain atau lebih mengembangkan diri untuk membayangkan
diri sendiri di tempat orang lain.
6. Dukungan sosial,anak lebih
mementingkan dukungan dari teman-temanya dari pada dukungan dari orang tuanya.
7. Membagi,sama saja dengan berbagi,
anak mulai mengetahui bahwa salah satu cara mendapatkan persetujuan sosial yang
baik dengan cara berbagi miliknya kepada orang lain termasuk orang tua, sodara,
guru, dan teman sebaya.
8. Perilaku Akrab,anak usia dini sering
kali berprilaku mengakrapkan diri dengan
orang yang baru dikenalnya, ketika mereka merasa nyaman dengan guru atau
temanya mereka tidak segan untuk memeluk, merangkul, mau digendong, dan
memegang tangan. Banyak tanya untuk membuat suasana semakin akrab.
. Menurut Novan Ardy Wiyani (2014:
44-52).faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap perkembangan sosial dan
emosi anak usia dini sebagai berikut:
·
Faktor
lingkungan
Faktor
lingkungan diartikan sebagai kekuatan yang kompleks dari dunia fisik dansosial
yang memiliki pengaruh terhadap susunan biologis serta pengalaman pesikologis,
termasuk pengalaman sosial dan emosi anak sejak sebelum ada dan sesudah anak
lahir. Faktor lingkungan ini meliputi semua pengaruh lingkungan termasuk
didalamnya pengaruhberikut ini:
a.Keluarga
Pada
ilmu pendidikan, keluarga menjadi lingkungan pendidikan yang pertama dan utama.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan lingkungan keluarga memiliki peran yang
utama dalam menentukan perkembangan sosial dan emosi anak usia dini dikemudian
hari dan untuk kehidupan selanjutnya yang akan mereka jalani, dan dilingkungan
keluarga ini lah anak pertama kalinya menerima pendidikan dari orang tuanya
atau orang terdekatnya. Orang tua merupakan pendidik bagi mereka pola asuh orang
tua,sikap, serta situasi dan kondisi yang sedang melingkupi orang tua dapat
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan sosial dan emosi
anak. Misalnya saja saat orang tua menerapkan pola asuh yang sangat keras dalam
mendidik anak. Pola asuhyang sangat keras tersebut cenderung memaksakan kepada
anak untuk selalu menuruti perintah yang diberikan oleh orang tuanya. Kebiasaan
tersebut pasti akan menjadikan anak merasa tertekan yang pada akhirnya akan
menjadi anak yang menutup diri dari pergaulan dengan orang lain. Dan sebaliknya
jika orang tua menerapkan pola asuh yang baik, anak akan menjadi sosok yang
berfikiranterbuka yang menjadikan anak akan lebih mau untuk bergaul dan
memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap orang lain.
Status ekonomi dan setatus sosial orang tua
juga ikut dalam memengaruhi perkembangan sosial dan emosi anak. Contohnya anak
yang tinggal dilingkungan keluarga yang kurang mampu dapat membuat anak
memiliki masalah sosial dan emosi serta memiliki potensi kognitif yang buruk.
Keadaan ekonomi orang tua yang buruk juga pastinya sangat berpengaruh terhadap
pemberian makanan yang bergizi bagi anak yang mana pemberian makanan yang
bergizi tersebut akansangat menentukan pertumbuhan fisik dan berpengaruh
terhadap perkembangan psikisnya, termasuk perkembangan sosial dan emosinya.
Misalnya seorang anak yang sering sakit-sakitan karena kekurangan gizi, tentu
ia akan menghabiskan banyakwaktunya dirumah dan pergaulan dengan teman-temanya
pun menjadi terbatasi. Jika keadaan seperti itu berlangsuing lama hal itu
sangat memengaruhi kemampuanya dalam berhubungan dengan orang lain. Ia pun akan
menjadi sosok anak yang mudah minder dan sering menutup diri bahkan, terkadang
ia mendapatkan perlakuan yangnegatif dari anak lain, misalnya tidak diajak main
bersama karena teman-temanya takut tertular oleh penyakit anak tersebut.
Kemudian,
jika orang tua si anak duda atau janda baik karena percerai atau kematian juga
akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan emosional anak. Anak akan
cenderung merasa kurang kasih sayang dan akibatnya dapat menjadikanya mengalami
masalah emosi seperti kurang percaya diri dan secara sosial ia akan mengalami
kesulitan dalam bergaul karena merasa minder.Biasanya jika orang tua memiliki
anaktunggal mereka sepenuhnya memberikan perhatian kepadanya dan anak akan
cenderung memiliki sifat manja, dan kurang bisa bergaul dengan teman sebayanya,
suka menarik perhatian orang dewasa dengan cara kekanak-kanakan dan sebagainya.
Sementara itu seorang anak yang memiliki banyak saudara orang tuanya akan sibuk
membagi perhatian untuk sodara-sodara lainya.
b. Sekolah
Sekolah
merupakan lingkungan kedua bagi anak, disekolah anak berhubungan dengan
pendidik PAUD dan teman sebayanya. Hubungan antara anak dengan pendidik PAUD
dan anak dengan teman sebayanya dapat mempengaruhi perkembangan anak sosial dan
emosi anak. Stimulus yang diberikan oleh pendidik PAUD terhadap anak memiliki
pengaruh yang tidak sedikit guna mengoptimalkan perkembangan sosial dan emosi anak.
Pendidik
PAUD merupakan wakil dari orang tua mereka saat berada disekolah. Pola asuh dan
prilaku yang ditrampilkan oleh pendidik PAUD dihadapan anak juga dapat
memengaruhi perkembangan sosial dan emosinya.
·
Kemampuan
Dalam Bersosialisasi
Salah
satu perilaku sosial yang di tuntut pada anak taman kanak-kanak yaitu kemampuan
menjalin hubungan dengan orang atau anak yang lain. Pada awal masa bayi (usia 3
bulan), anak sudah mulai menunjukkan keinginannya intuk berhubungan dengan
orang lain, dengan senyum yang ditunjukkannya bila da orang yang mendekatinya
pada saat itu sifat hubungannya dengan orang lain masih sangat terbatas, karena
kemampuan teaksi dan komunikasinya yang juga masih sangat terbatas. Dengan
pengetahuannya itu anak mulai mengubah perilaku yang negative dan mengembangkan
perilaku-perilaku positif supaya hubungan dengan orang lain dapat tetap
berlangsung dengan baik. Anak semakin mampu mengendalikan
perasaan-perasaannya, untuk dapat mempertahankan hubungan yang baik dengan orang
lain.
Menurut Dini P. Daeng (1996:114) ada empat faktor yang berpengaruh pada
kemampuan anak bersosialisasi, yaitu: (a) adanya kesempatan bergaul dengan
orang yang berbeda usia dan latar belakang (b). adanya minat dan motivasi untuk
bergaul; (c) adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, dan (d) adanya
kemampuan berkomunikasi yang baik pada anak. Keempat faktor tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut: pertama, adanya kesempatan utuk bergaul dengan
orang-orang yang disekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang. Faktor ini
dapat diuraikan bahwa semakin banyak dan bervariasi penglaman dalam bergaul
dengan orang-orang di lingkungannya, maka akan semakin banyak pula hal-hal yang
dapat dipelajarinya, untuk menjadi bekal dalam meningkatkan keterampilan sosial
tersebut.
Kedua, adanya minat dan motivasi untuk bergaul. Adapun pada bagian ini, semakin
banyak pengalaman yang menyenangkan yang diperoleh melalui pergaulan dan
aktivitas sosialnya, minat dan motivasi untuk bergaul juga akan semakin
berkembang. Keadaan ini memberi peluang yang lebih besar untuk meningkatkan
keterampilan sosialnya. Dengan minat dan motivasi bergaul yang besar anak akan
terpacu untuk selalu memperluas wawasan pergaulan dan pengalaman dalam
bersosialisasi, sehingga makin banyak pula hal-hal yang di pelajari.
Ketiga, adanya bimbingan dan pengajaran orang lain, yang biasanya menjadi model
bagi anak. Walaupun kemampuan sosialisasi ini dapat pula berkembang melalui
cara ‘coba-salah’ (try and error) yang dialami anak melalui pengalaman bergaul
atau ‘meniru’ perilaku orang lain dalam bergaul, tetapi akan lebih efektif bila
ada bimbingan dan pengajaran yang secara sengaja diberikan oleh orang yang
dapat dijadikan model bergaul yang baik bagi anak.
Keempat, adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki anak. Dalam
berkomunikasi dengan orang lain, anak tidak hanya dituntut untuk berkomunikasi
dengan kata-kata yang berkomunikasi dengan kata-kata yang bisa di pahami,
tetapi juga dapat membicarakan topik yang dapat di pahami, tetapi juga dapat
membicarakan topic yang dapat di mengerti dan menarik bagi orang lain yang
menjadi lawan bicaranya. Kemampuan berkomunikasi ini menjadi inti dari
sosialisasi.
3. Kemampuan
Melakukan Kegiatan Bermain dan Menggunakan Waktu Luang
Dunia anak adalah dunia bermain,
khususnya pada anak usia prasekolah, bermain merupakan kebutuhan dasar mereka.
Dengan demikian wajarlah bila sebagian besar waktu anak diisi dengan kegiatan
bermain.
Kegiatan bermain adalah kegiatan
yang dilakukan anak secara spontan tanpa mempertimbangkan hasil atau balasan
apapun dan dari siapa pun, tapi semata-mata untuk menimbulkan kesenangan dan
kegembiraan saja. Anak melakukan bermain biasanya dilakukan secara suka rela,
tanpa paksaan dan tanpa ada aturan main tertentu, kecuali bila ditentukan oleh
pihak-pihak yang terlibat dalam permainan tersebut.
Anak usia prasekolah pada umumnya
senang melakukan permainan yang mengandung aktifitas gerak, seperti berlari,
meloncat, memanjat dan bersepeda, tetapi ada pula anak yang tidak begitu
menyukai kegiatan bermain aktif, anak yang demikian lebih memilih bentuk
kegiatan bermain pasif yang kurang banyak merangsang aspek fisik motoriknya
tetapi lebih merangsang aspek perkembangan lainnnya,terutama perkembangan
kognitifnya.
Kedua jenis kegiatan permainan ini,
baik bermain aktif maupun bermain pasif, sama-sama bermanfaat bagi perkembangan
anak, namun untuk memberi manfaat yang optimal dan bersifat menyeluruh bagi
perkembangan anak, kedua jenis kegiatan bermain ini perlu dilakukan oleh anak
secara seimbang.
4. Kemampuan
Anak Mengatasi situasi sosial yang dihadapi
Kemampuan anak dalam mengatasi
situasi sosial yang dihadapi erat kaitannya dengan kemampuan anak dalam
menjaling hubungan manusia. Hal ini disebabkan karena situasi sosial yang
dihadapi anak, mau tidak mau melibatkan orang lain sehingga pada dasarnya tidak
dapat lepas hubungannya dengan orang lain. Salah satu yang berkaitan dengan
kemampuan mengatasi situasi sosial ini, anak tidak harus berhubungan langsung
dengan orag lain. Masalahnya yang dihadapinya tidak berhubungan langsung dengan
orang lain, tetapi berhubungan dengan situasi sosal, yaitu situasi yang
diciptakan oleh orang lain.
5. Pola
perilaku Sosial
Pola perilaku sosial menurut Hurlock
(1978: 239) terbagi atas 2 kelompok, yaitu pola perilakusosial dan pola
perilaku yang tidak sosial. Pola perilaku yang termasuk dalam perilaku sosial
adalah: kerjasama, persaingan, kemurahan hati, hasrat akan penerimaan sosial,
simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah, sikap tidak mementingkan diri
senidiri, meniru, dan adanya perilaku kelekatan. Dari beberapa perilaku sosial
tersebut diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.Kerjasama
Sekelompok anak belajar bermainatau
bekerja sama dengan anak lain. Semakin banyak kesempatan untuk melakukan
bersama-sama, semakin cepat mereka belajar dengan bekerja sama.
b. Persaingan
Merupakan dorongan bagi anak-anak
untuk berusaha sebaik-baiknya, hal itu akan menambah sosialisasi mereka. Jika
hal itu diekspresikan dalam pertengkaran dan kesombongan, dapat mengakibatkan
timbulnya sosialisasi yang buruk yang dialami anak.
c.
Kemurahan Hati
Ini terlihat pada kesediaan untuk berbagi sesuatu dengan
anak lain meningkat dan sikap mementingkan diri sendiri semakin berkurang, setelah
anak belajar bahwa kemurahan hati menghasilkan penerimaan sosial.
d.
Hasrat akan penerimaan sosial
Jika hasrat pada diri anak untuk diterima kuat, hal itu
mendorong anak untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial.
e.
Simpati
Anak kecil tidak mampu berprilaku simpati sampai mereka
pernah mengalami situasi yang mirip dengan duka cita.
f. Empati
Adalah kemampuan meletakkan diri sendiri dalam posisi orang
lain dan meghayati orang tersebut.
g. Ketergantungan
Ketergantungan terhadap orang lain dalam hal bantuan,
perhatian, dan kasih sayang mendorong anak untuk berprilaku dalam cara yang
diterima secara sosial.
h. Ramah
Biasanya anak kecil memperlihatkan sikap ramah melalui
kesediaannya melakukan sesuatu untuk orang lain atau anak lain dan dengan
mengespresikan kepada mereka.
i.
Sikap tidak mementingkan diri sendiri
Anak perlu mendapat kesempatan dan dorongan untuk membagi
apa yang mereka miliki.belajar memikirkan orang lain dan berbuat untuk orang
lain.
j.
Meniru
Dengan meniru orang yang diterima baik oleh kelompok sosial,
anak-anak memperoleh untuk mengembangkan sifat dan meningkatkan penerimaan
kelompok terhadap diri mereka.
k.Perilaku
kelekatan
Dalam landasan yang dibrikan pada masa bayi, yaitu ketika
bayi mengenmbangkan kelekatanyng ada hangat, dan penuh cinta kasih kepada ibu
atau pengganti ibu,anak kecil mengalihkan pola perilakuini pada anak atau orang
lain dan belajar membina persahabatn dengan orang lain.
Adapun pola perilaku yang tidak
sosial adalah perilaku yang menunjukkan negatifisme, agresif, pertengkaran,
mengejak dan menggertak, perilaku sok kuasa, egosntrisme, prasangka dan
ontogenisme.
6. Pengaruh
kelompok sosial
Menurut
harlock (1978:231) keluarga merupakan agen sosialisasi yang paling penting.
Ketika anak-anak memasuki sekolah, guru mulai memasukkan pengaruh sosialisasi
terhadap mereka, meskipun pengaruh teman sebaya biasanya lebih kuat
dibandingkan dengan pengaruh guru dan orang tua. Studi perbedaan antarapengaruh
teman teman sebaya dan pengaruh orangtua terhadap keputusan anak pada berbagai
tingkatan umum menentukan bahwa dengan meningkatnya umur anak, jika nasihat
yang diberikan oleh keduanya (orangtua dan teman sebaya) berbeda, maka anak
cenderung terpengaruh oleh teman sebaya.ada beberapa alasan yang mendasar
mengapa perlu diberi pembelajaran tentang perilaku sosial:
a. Agar anak dapat belajar bertingkah laku yang dapat
diterima lingkungannya.
b. Agar anak dapat memainkan
peranan sosial yang bisa diterime kekelompoknya, misalnyaberperang sebagai
laki-laki dan perempuan
c. Agar anak dapat mengenbangkan sikap sosial yang
sehat terhadap lingkunganya merupakan modal penting untuk sukses dalam
kehidupannya kelak.
d. Agar anak mampu menyesuaikan dirinya dengan baik,
dan akibatnyapun dapat menerimanya dengan baik hati
7. Interaksi
soial anak dengan teman sebaya
Bonner dalam gerungan (1986: 57)
merumuskan interaksi sosial sebagai hubungan anatra dua atau lebih individu
dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah tau memperbaiki
kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Teman sebaya adalah anak yang
memiliki usia kurang lebih berusia sama dengan anak lainnya dan berpikir serta
bertindak bersama-sama
Dalam berinteraksi dengan teman
sebaya, anak-anak akan memilih anak lain yang usianya hamper sama, dan didalam
beriteraksi dengan teman sebaya yang lainnya, anak dituntut untuk dapat
menerima persamaan usia, menunujukkan minat terhadap permainan, dapat menerima
teman lain dari kelompok yang lain, dapat menerima jenis kelamin yang lain,
dapat menerima keadaan fisik orang lain, mandiri atau dapat lepas dari orangtua
atau orang dewasa lain, dan dapat menerima kelas sosial yang lain.
4. Perkembangan
Perilaku Sosial Anak Usia Dini
Secara lebih
rinci, Landy (2003: 54-56) menggambarkan tahap perkembangan perilaku sosial
pada anak-anak, sebagai berikut.
· Dari
0 sampai 1 tahun; pada bulan-bulan pertama bayi mulai menunjukkan ketertarikan
terhadap raut wajah manusia dan mulai belajar melakukan kontak mata dengan
orang lain.
· Usia
1-2 tahun anak menikmati keberadaannya bersama anak-anak lain dan bermain namun
kadang-kadang berebut tempat dan mainan lainnya.
· Usia
2-3 tahun pada tahap ini anak-anak menjadi lebih mudah melakukan permainan
dengan teman sebayanya dan memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap
perspektif orang lain.
· Usia
3-4 tahunpada usia ini anak-anak cenderung untuk menjalin persahabatan yang
kuat.
· Usia
4-6 tahun pada tahun-tahun ini bermain dengan permainan yang terorganisir dan
bekerja sama dengan aturan-aturan tertentu menjadi lebih umum terjadi.
Dari uraian Landy di atas terlihat bahwa perkembangan perilaku sosial pada anak
akan berkembang semakin baik seiring dengan bertambahnya usia. Anak-anak yang
lebih tua usianya cenderung lebih mampu menunjukkan perilaku sosial
dibandingkan anak yang lebih muda.
Sementara itu, Einsberg (dalam Ormrod, 2002: 56) mengungkapkan bahwa
perkembangan perilaku sosial pada anak terjadi sejalan dengan perkembangan
kognitif mereka. Oleh karena itu, Einsberg kemudian menyatakan bahwa
perkembangan perilaku sosial terbagi menjadi beberapa level penalaran moral
perilaku sosial.
5. Bentuk-bentuk
dan model perilaku sosial pada anak
Secara umum dapat dikemukakan bahwa
bentuk-bentuk perilaku sosial yang sering muncul pada anak usia dini adalah
tolong menolong, berbagi atau memberi, dan bekerja sama. Lebih lengkap,
bentuk-bentuk perilaku sosial yaitu sebagaimana dikemukakan oleh para ahli
berikut ini. Eliason dan Jenkins (1994: 109) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk
perilaku sosial yang semestinya didorong guru pada anak usia dini sebagai
berikut:
1) Mengikuti peraturan-peraturan kelas,
2) Belajar untuk mengatasi konflik
sosial; seperti memanggil nama atau mengolok-olok,
3) Memperlakukan orang lain dengan
sopan santun, dan belajar mengucapkan terima kasih atau tolong,
4) Mampu membagi perhatian dengan orang
lain, termasuk kepada guru,
5) Mengembangkan kontak mata dengan
teman sebaya dan orang dewasa,
6) Belajar tersenyum pada orang lain,
7) Mampu menolong orang lain,
8) Menunjukkan empati terhadap perasaan
dan situasi orang lain, dan mengungkapkan simpati ketika orang lain mengalami
kesulitan,
9) Merasa nyaman saat berbicara dengan
orang lain dan belajar untuk menjadi pendengar yang baik,
10) Belajar mengikuti peraturan-peraturan
permainan yang sederhana, bergiliran, dan bekerja sama.
11) Belajar mendapatkan perhatian dari teman
dengan cara yang positif dan konstruktif,
12) Mengembangkan perilaku bertanggung jawab,
seperti menjaga miliknya sendiri,
13) Belajar untuk memberikan pujian daripada
kritikan terhadap orang lain,
14) Menunjukkan toleransi terhadap orang lain dan
perbedaannya,
15) Mampu berbagi dan bekerja sama dengan orang
lain dalam situasi bermain,
16) Mampu mengungkapkan penyesalan ketika baerbuat
atau berkata yang menyakiti orang lain,
17) Mampu menerima konsekuensi dari perilaku dan
tindakannya.
Sementara
itu, Howard (2002: 26) mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk perilaku sosial yang
perlu diajarkan sejak dini dan sekaligus merupakan kebutuhan anak adalah:
1.Tukar-menukar
2.Bergiliran
3.
Menunggu
4. Meminta
sesuatu
5.
Berterima kasih
6.
Menganbil sudut pandang orang lain
7. Melihat
efek tindakannya sendiri
8. Mengenali
perasaan orang lain
Adapun menurut Beaty (1998: 147)
mengungkapkan bahwa perilaku sosial merupakan aspek positif dari perkembangan
moral yang mencakup perilaku empati, murah hati, kerjasama, dan kasih sayang.
Seperti halnya model yang dikembangkan oleh Marion, Beaty pun membagi
masing-masing perilaku tersebut menjadi perilaku-perilaku yang lebih spesifik.
Empaty terbagi menjadi kemampuan untuk menunjukkan kepedulian pada teman yang
kesusahan dan dapat menceritakan perasaan teman selama konflik. Murah hati
terdiri dari kemampuan untuk berbagi dan memberi sesuatu pada orang lain.
Kerjasama terbagi menjadi kemampuan untuk bergiliran dan memenuhi permintaan
tanpa rewel. Adapun kasih sayang terdiri dari kemampuan untuk membantu orang
lain mengerjakan tugas dan membantu (peduli) pada teman yang membutuhkan.
E. Prinsip-prinsip
pengembangan kemampuan perilaku sosial anak
Menembangkan perilaku sosial
membutuhkan upaya dan keterampilan tersendiri. Sedikitnya ada lima prinsip yang
dikemukakan oleh Lindy (2003: 62-63) untuk mengembangkan perilaku sosial.
Prinsip-prinsip tersebut yaitu:
1. Berikanlah contoh dan
dorongan perilaku yang menunjukkan kepedulian terhadap anak-anak.
Orangtua dapat mengambil keuntungan dari
kecenderungan alami anak-anak untuk meniru dengan menunjukkan perhatian dan
kedermawanan terhadap orang-orang yang ada di sekitar anak. Menghormati opini
orang lain dapat menjadi pengaruh yang positif terhadap perilaku sosial anak.
2. Bantulah anak-anak untuk
melihat efek dari perilaku mereka terhadap orang lain.
Doronglah pengambilan peran dan
perspektif. Hanya dengan memberitahu anak bahwa ia telah menbyakiti hati
seseorang hal tersebut tak akan mengajarkannya peduli teradap orang
lain.
3.Dorong rasa tanggung jawab dengan
meminta anak-anak untuk mengerjakan tugas atau pekerjaan.
Pada usia dini, anak-anak dapat
memperoleh rasa kompetensi dengan mengambil minumnya sendiri atau memilih
mainan mereka.
4. Ajaklah anak-anak untuk
berhubungan dengan teman sebaya dan ajari mereka keterampilan dan strategi
sosial.
Anak-anak harus belajar
keterampilan-keterampilan sosial, karena keterampilan-keterampilan sosial
tersebut tidak datang secar alami.
5. Ajarkan keterampilan
menyelesaikan masalah dan kemampuan bernegosiasi interpersonal.
Akan lebih mudah untuk menyelesaikan
suatu konflik pada saat konflik tersebut masih terjadi.
Berbicara
mengenai bimbingan perilaku sosial pada anak usia dini, banyak hal yang menarik
didalamnya. Anak usia 3-4 tahun yang dalam hal ini masih berada di rentang usia
kelompok bermain, mempunyai karakteristik tersendiri dalam perkembangannya.
Khususnya dalam perkembangan perilaku sosial, anak perlu dibiasakan dan
diajarkan bagaimana cara mereka berinteraksi dalam lingkungan sosial di
lingkunganya.
Pembelajaran perkembangan perilaku sosialyang bisa dilakukan dalam lingkungan
keluarga, sangat penting agar kelak anak-anak menjadi pribadi yang
santun, mempunyai rasa empati, simpati, tenggang rasa, saling menghormati, dan
mempunyai sifat sosial yang baik. Dengan mempunyai bekal melalui pembiasaan
berinteraksi sosial dan berperilaku baik, maka insya Allah, kelak anak-anak
kita akan menjadi generasi penerus bangsa yang mempunyai kecerdasan sosial dan
kecerdasan interpersonal yang akan mengharumkan bangsa dan negaranya.
Melalui
pergaulan anak atau hubungan sosial, baik dengan orang tua, anggota keluarga,
orang dewasa, dan teman sebaya lainnya, anak mulai mengembangkan bentuk-bentuk
tingkah laku sosial. Pada masa anak menurut Syamsul Yusuf, bentuk-bentuk
perilaku sosial itu sebagai berikut:
1. Pembangkangan (negativisme),
yaitu bentuk tingkah laku melawan.
2. Agresi (aggression), yaitu
perilaku menyerang baliksecara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal).
3. Berselisih atau bertengkar
(quarelling), terjadi apabila anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sika
dan perilaku anak lain, seperti diganggu pada saat mengerjakan sesuatu atau
direbut barang atau mainannya.
4. Menggoda (teasing), yaitu sebagai
bentuk lain dari agresif.
5. Persaingan (rivally), yaitu
keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh
orang lain.
Berikut ini akan dipaparkan beberapa
sikap dan keterampilan yang sebaiknya dimiliki oleh seorang pembimbing di taman
kanak-kanak.
1. Aspek sikap
Menurut Brammer (1979: 35-42) sikap
seseorang yang memenuhi syarat sebgaia seorang pembimbing yaitu: (1)
empati; (2) kehangatan; (3) penuh perhatian; (4) keterbukaan; (5) rasa hormat;
dan (6) konkretkan dan khususkan.
Selanjutnya, masih dalam kategori
aspek sikap yang harus dimiliki guru sebgaia pembimbing anak usia dini ini
adalah bahwa guru sedikitnya harus memiliki empat karakteristik persyaratan
khusus, yaitu:
a) Guru mempunyai sikap kesadaran diri
b) Guru mamapu menciptakan hubungan
yang akrab
c) Guru memiliki sikap keterbukaan
d) Guru menyampaikan pemahamannya
terhadap perasaan anak
2. Aspek keterampilan
Guru hendaknya menguasai berbagai
keterampilan utama dalam bimbingan. Dengan keterampilan yang dimiliki tersebut
guru dapat melakukan pelayanan bimbingan pada anak yang tepat dan benar.
B. Penelitian Yang Relevan.
Penelitian
dengan judul ”Gambaran Perilaku Sosial Anak Usia Dini di PAUD Nanas 1” ini
bertujuan untuk mengungkapkan fenomena-fenomena perilaku sosial yang terjadi
pada anak usia dini dipaud Nanas 1dan factor-faktor penyebab perilaku sosial
itu. Metode yang digunakan dalam penelitiian ini menggunakan metode etnografi
dengan pendekatan kualitatif serta menggunakan teknik observasi,wawancara serta
analisis dat
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian etnografi ini diharapkan dapat memahami perilaku sosial anak
usia dini sehingga guru dapat memagari peserta didik dari melakukan perbuatan
yang buruk yang tidak sesuai dengan norma-norma yang ada.
B.Tempat Dan
Waktu Penelitian
1.Tempat :Penelitian ini
dilaksanakan di PAUD Nanas 1
2.Waktu :Penelitian ini
dilakukan pada semester 1 mulai bulan Juli 2017
sampai desember 2017
C.Latar Penelitian
Latar penelitian ini
berdasarkan pengamatan terhadap gambaran perilaku sosial anak usia dini di Paud
Nanas 1 guna mengetahui dan mengenal macam-macam perilaku sosial anak usia dini.
D. Metode
Penelitian
Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif Nana Syaodi(2013:94)menyebutkan
bahwa penelitian kualitatif (qualitative research) adalah suatu penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas
social, sikap, kepercayaan, persepsi,pemikiran orang secara individual maupun
kelompok.
Metode penelitian menggunakan etnografi
biasanya memfokuskan penelitian pada suatu masyarakat(tidak selalu secara
geografis,juga memerhatikan pekerjaan,pengangguran,dan masyarakat lainnya).Penelitian
etnografi khusus menggunakan tiga macam pengumpulan data yaitu
wawancara,observasi dan dokumentasi.Penelitian ini menggunakan tiga jenis data:
Kutipan,uraian dan kutipan dokumen menghasilkan dalam suatu produk: uraian
naratif.
Pendekatan kualitatif yang digunakan
bertitik balik dari mengetahui latar belakang anak usia dini dan hubungan
dengan lingkungan sekitarnya.
E.
Data dan Sumber data
Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan
data berupa observasi terhadap
orang
tua murid,anak didik,dan lembaga terkait. Sumber-sumber data yaitu :orang
tua
murid dan peserta didik dan pendidik paud Nanas 1Objek penelitian adalah :
gambaran
perilaku sosial anak usia dini di paud Nanas . Sumber data juga diambil
dari
factor yang mempengaruhi dan menghambat perilaku sosial anak.
F.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan
adalah sebagai berikut :
1.
Observasi
Observasi
dilakukan untuk mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap gejala yang
tampak pada objek penelitian dan factor-faktor yang memengaruhi yang menjadi
sebuah fenomena.Pencatatan dilakukan di Paud Nanas 1
2.
Wawancara
Wawancara
sebagai media mengumpulkan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan
secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.Penelitian kualitatif sering
menggabungkan teknik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam.Wwancara
dilakukan pda beberapa wali murid paud nanas 1 secara personal.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi
adalah cara mengumpulkan data melalui arsip,buku tentang teori,pendapat
dalil/hokum dan lain-lainnya,yang berhubungan dengan masalah penelitian.Studi
dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara
dalam penelitian kualitatif,yaitu data wawancara.
G.
Pemeriksaan Keabsahan Data (triangulasi)
Guna
meningkatkan pemahaman peneliti terhadap apa yang ditemukan,peneliti
menggabungkan atau mengumpulkan data dan sumber data yang telah ada yaitu data
observasi.
H.
Teknik analisis data
1.
Analisis
data sebelum dilapangan sebagai focus penelitian.Namun demikian,focus
penelitian ini masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti masuk
dan salami dilapangan.
2.
Analisis
data di lapangan :sebelum menganalisis
data dilapangan meredaksi data dengan memilih hal-hal yang pokok,dicari tema
dan polanya dengan demikian data yang direduksi akan terlihat jelas dan
mempermudah penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Penyajian
data berbentuk uraian yang bersifat naratif dan kesimpulan dalam penelitian
kualitatif ini,merupakan temuan yang sering terjadi di masyarakat, temuan
berupa deskripsi atau gambar suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang
atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.Dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif,hipotesis atau teori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar