Welcome to my bloq... ^-^ Samika ^-^ STKIP KUSUMA NEGARA^_^

Sabtu, 23 Desember 2017

Peran orang tua dalam proses pengembangan literasi PAUD (Penelitian Etnografi)



PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN

PERAN ORANG TUA DALAM PROSES PENGEMBANGAN LITERASI DINI PADA ANAK USIA DINI DI PAUD KASIH IBU
Disusun guna memenuhi tugas matakuliah :
METODOLOGI PENELITIAN
Dosen Pengampu : Iswadi, M.Pd



Di Susun Oleh
Nama  :  Rahma Yuli Yanti
                                      NPM    :  20158400100


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KUSUMA NEGARA JAKARTA
2017


Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji hanya untuk Allah atas segala hidayah, inayah dan kenikmatan-Nya sehingga kami masih diberi kesempatan untuk melakukan penelitian mengenai peran orang tua dalam proses mengembangkan literasi dini pada anak usia dini di Paud Kasih Ibu.
Kami ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penelitian ini.  Tidak lupa pula kami mengucapkan ribuan terima kasih kepada dosen pengampu kami, Bapak Iswadi, M.Pd yang telah mengajarkan kami tentang pembuatan proposal penelitian ini.  Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan proposal pnelitian ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan penulisan ini.
Demikianlah proposal penelitian ini kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah metodologi penelitian.  Semoga proposal ini dapat bermanfaaat bagi semua pihak dan penulis pada khususnya.
Jakarta,   Nopember 2017
Penulis


Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I       :  PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.   Fokus Penelitian
C.   Rumusan Masalah
D.   Kegunaan Penelitian
            Bab II     :  TINJAUAN PUSTAKA
A.    Deskripsi Konseptual Fokus
B.   Hasil Penelitian Yang Relevan
            Bab III    :  METODOLOGI PENELITIAN
A.   Tujuan Penelitian
B.    Tempat dan Waktu Penelitian
C.     Latar Penelitian
D.     Metode Penelitian
E.     Data dan Sumber Data
F.     Teknik Pengumpulan Data
G.    Pemeriksaan Keabsahan Data (Triangulasi)
H.    Teknik Analisis Data

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Froebel (dalam Martini Jamaris 2006: 2) menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah pembinaan secara sadar yang dilakukan orang dewasa kepada anak usia 0-8 tahun sebagai dasar atau fondasi terpenting bagi perkembangan anak selanjutnya.
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan anak usia dini diberikan sejak anak dilahirkan. Dengan demikian keluargalah yang sangat berperan dalam pendidikan anak usia dini. Hal ini juga dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini yang menyatakan bahwa pencapaian  pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal membutuhkan peran orang tua dan orang dewasa serta akses layanan PAUD yang bermutu.
Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mempersiapkan anak memasuki pendidikan lebih lanjut, pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan di Sekolah Dasar. Di Sekolah Dasar, anak diharap sudah mampu membaca dan menulis karena pembelajaran yang diberikan sudah menggunakan kata-kata yang cukup panjang. Dengan demikian persiapan kemampuan membaca dan menulis sudah sangat diperhatikan oleh para pelaku pendidikan anak usia dini sebelum anak masuk ke bangku sekolah dasar agar anak tidak kesulitan mengikuti pembelajaran.
Peneliti berpendapat bahwa kemampuan bahasa yang harus dicapai anak di usia Dini untuk memasuki bangku Sekolah Dasar bukanlah kemampuan membaca tulisan dan menulis huruf atau angka tetapi kesiapan mereka untuk membaca dan menulis. Kesiapan ini sangat dibutuhkan oleh anak-anak sebelum memasuki jenjang Sekolah Dasar. Hal ini sesuai dengan pendapat Kuder dan Hasit (dalam Anisa Rohmati Farihatin, 2013: 1) yang menyatakan bahwa salah satu kebutuhan yang sangat penting untuk dimiliki setiap orang dan merupakan kemampuan awal untuk proses belajar anak selanjutnya serta memiliki peranan penting dalam kehidupan seorang anak terutama untuk kesuksesan akademisnya adalah kemampuan literasi.
Menurut NICHD (National Institutes of Children and Human Development) literasi dini adalah kemampuan membaca dan menulis sebelum anak benar-benar mampu membaca dan menulis. Literasi dini sebenarnya bukan diartikan mengajarkan membaca, tapi membangun fondasi untuk membaca agar dikemudian hari apabila anak sudah waktunya belajar membaca mereka lebih siap. Literasi dini memberikan alternatif baru guna membantu anak-anak belajar berbicara, membaca, dan menulis namun tidak mengarahkan serta menyuruh mereka membaca dan menulis, sebab hal ini tidak sesuai dengan tahapan perkembangan usia mereka. Instruksi formal yang dilakukan oleh orang tua dan guru untuk meminta anak-anak membaca diusia yang tidak siap dalam perkembangannya, ini sangat kontra produktif artinya akan berpotensi mengganggu anak-anak dalam proses membaca, dan lebih buruk mengakibatkan gagal dalam proses membaca dikemudian hari. Literasi dini menekankan segala sesuatu yang dilakukan anak berlangsung secara alamiah, seperti halnya menikmati buku tanpa dipaksa oleh orang tua dan guru, namun sayangnya buku sebagai media yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat minat baca dan bagian dari program Literasi dini, dikenalkan kepada anak-anak dengan cara yang tidak menarik. Buku buku yang dikenalkan pada anak-anak adalah buku yang tebal, tidak bergambar dan hurufnya kecil. Ketika anak mulai membaca komik atau cerita bergambar, orang tua dan guru melarang keras dan memberikan ancaman pada anak bahwa ketika membaca komik atau cerita bergambar, anak-anak akan menjadi bodoh dan malas belajar.
Hasil penelitian menunjukkan dengan jelas bahwa perkembangan literasi awal dilakukan di lingkungan keluarga. LeFerve dan Senechal (1999: 3) menyatakan bahwa lingkungan rumah adalah sumber kemungkinan pengalaman yang dapat meningkatkan perkembangan bahasa lisan dan keterampilan keaksaraan awal. Anisa Rohmati Farihatin (2013: 2) menyatakan bahwa kegiatan membaca bersama memainkan peranan penting bukan saja dalam menumbuhkan minat dan kebiasaan membaca, tetapi juga dalam mengembangkan bahasa dan pikiran anak. Penelitian lain menyimpulkan bahwa membaca bersama orang tua dapat menyumbang perkembangan tata bahasa, kohesi, dan kompleksitas bahasa anak (Monique dkk, 2008: 39-40). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa orang tua memegang peranan penting dalam perkembangan literasi dini anak
 Peran orang tua yang dapat dilakukan dalam mengembangkan kemampuan literasi dini anak antara lain dengan kegiatan membaca buku cerita bersama-sama, sering mengajak anak bercakap-cakap, sering bercerita kepada anak, bernyanyi bersama  anak, dan masih banyak lagi. Anak yang belajar membaca sejak dini biasanya adalah mereka yang orang tuanya sering membacakan mereka ketika mereka masih kecil (Papalia dalam Anisa Rohmati Farihatin, 2013: 9)
kemampuan literasi dini anak di Paud Kasih Ibu sangat berbeda satu sama lain, ada beberapa anak yang sudah peka terhadap huruf dan ada beberapa anak yang belum peka terhadap huruf.  Dalam hal bercerita dan memahami cerita, tidak semua  anak mampu melakukannya dengan baik. Anak-anak di Paud Kasih Ibu pun belum semuanya  mampu menjawab pertanyaan yang diajukan guru terkait cerita yang sudah dibacakan atau diceritakan. Di Paud Kasih Ibu, orang tuanya dalam hal ini ibunya ada yang bekerja sebagai karyawan kantor, ada yang berdagang dan ada juga yang bekerja sebagai pramuniaga serta ada juga yang menjadi ibu rumah tangga saja.  Berdasar hal tersebut maka peneliti bermaksud mengetahui tentang seberapa besar PERAN ORANG TUA DALAM PROSES MENGEMBANGKAN LITERASI DINI anak kelompok b di PAUD KASIH IBU.

A.    Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis memfokuskan penelitian pada
a.    Peran orang tua dalam proses pengembangan literasi dini di Paud Kash Ibu
b.    Kepekaan anak dalam menulis dan mengenal huruf
c.    Kemampuan anak untuk memahami cerita dan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan cerita yang dibacakan gurunya.

B.   Rumusan Masalah
Menurut uraian latar belakang dan fokus penelitian maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
a.    Bagaimana peran orang tua dalam proses pengembangan literasi dini di Paud Kasih Ibu ?
b.    Sejauh mana kepekaan anak anak Paud Kasih dalam menulis dan mengenal huruf ?
c.    Bagaimana Kemampuan anak-anak di Paud Kasih Ibu dalam memahami cerita dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan cerita yang dibacakan guru?

C.    Kegunaan Penelitian
1.    Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang Paud khususnya tentang peran orang tua dalam proses mengembangkan literasi dini pada Anak Usia Dini.
2.    Secara Praktis
a.    Bagi orang tua semoga dapat lebih berperan dalam mengembangkan literasi dini
b.    Bagi guru, semoga dapat menjadi bahan acuan dalam mengembangkan literasi dini dalam mendidik anak-anak di Paud Kasih ibu
c.    Bagi sekolah semoga dapat dijadikan acuan dalam memberikan pembelajaran membaca dan menulis
d.    Bagi pembaca, penelitian ini semoga berguna dalam mendidik anak usia dini dalam pengenalan membaca dan menulis
e.    Bagi peneliti, sebagai bentuk pengalaman sekaligus menambah wawasan dalam mendidik Anak usia dini untuk mengembangkan kemampuan membaca dan menulis
















BAB II
Tinjauan Pustaka

A.   Deskripsi Konseptual Fokus dan Sub  Fokus Penelitian
PENGENALAN LITERASI ANAK USIA DINI
A.    Konsep Literasi
Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya Literacy berasal dari bahasa Latinlittera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Kendatipun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan. Lebih lanjut Literasi merupakan kemampuan yang terkait dengan kemampuan membaca, menulis, menyimak dan berbicara. Sependapat yang disampaikan oleh Laurie & Whitehead (2004) mengemukakan bahwa literasi anak merupakan kemampuan yang berkaitan dengan, membaca, menulis, menyimak dan berbica
Secara sederhana, literasi berarti kemampuan membaca dan menulis, atau melek aksara (Resmini, 2013). Dalam konteks sekarang, literasi memiliki arti yang sangat luas. Literasi dapat berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitar. Widayati (2011) mendefinisikan literasi kontemporer sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi tertulis atau cetak untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga mendatangkan manfaat bagi masyarakat. Lebih jauh, seorang baru dapat dikatakan literat jika ia sudah dapat memahami sesuatu karena membaca dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.
Menurut hemat Justice dan Kaderavek (2002) mengatakan bahwa periode literasi anak mulai dari lahir sampai dengan usia enam tahun. Pada periode tersebut anak-anak memperoleh pengetahuan tentang membaca dan menulis tidak melalui pengajaran, tetapi melalui perilaku yang sederhana dengan mengamati dan berpartisipasi pada aktivitas yang berkaitan dengan literasi. Pengajaran formal tidak selalu diperlukan untuk mengembangkan literasi emergen. Dengan mengamati orang yang melakukan aktivitas literasi dan berpartisipasi dengan aktivitas tersebut maka anak akan memperoleh kemampuan yang merupakan prasyarat penting untuk mengembangkan membaca konvensional.
Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut:
Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturally-situated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is dynamic - not static - and variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.
Menurut Nutbrown & Claugh (2015) mengemukakan bahwa pengenalan literasi bagi anak anak mulai dikembangakan terlebih di Inggris sejak tahun 1980-an karena para guru dan peneliti melihat jika pentingnya mengenalkan atau membelajarkan literasi membaca dan menulis bagi anak usia dini. Senada yang disampaikan oleh Chomsky (Subyantoro, 2012) pemerolehan literasi anak pada dasarnya ia akan menginternalisasikan  sistem kaidah yang berhubungan dengan bunyi dan makna secara khusus dan anak memperoleh kemampuan lietrasi dengan cara yang sangat menakjubkan.
Lebih lanjut Montessori dan Maturationis (Moriison, 2013) mengemukakan bahwa, penguasaan bahasa adalah pembawaan lahir pada semua anak tanpa memandang budaya dan agamnya. Artinya bahwa sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun anak usia dini sudah mempunyai kemampuan dalam literasi, meskipun tidak belajar secara khusus tetapi anak belajar bahasa memlalui interaksi dengan lingkungan dimana anak tinggal.
Anak memiliki Pengalaman literasi sebelum mereka pergi ke sekolah dan apa yang mereka ketahui tentang keaksaraan sangat penting bagi perkembangan mereka. Anak belajar aksaraan pertama kali didapat dari rumah mereka masing-masing melalui interaksi dengan orang tua dan dengan cara yang menyenangkan tanpa adanya intimidasi (Makin L, & Whitehead M, 2004).  Gambaran lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah yang kondusif menstimulasi kemampuan literasi anak  mengenai kemampuan mambaca dan menulis Nutbrown & Claugh (2015). Kemampuan literasi awal anak adalah suatu proses kemampuan yang dimulai pada saat lahir dan terus berkembang selama masa hidup. Anak-anak mempelajari literasi dengan cara yang sangat menakjubkan. Menurut Montessori (Morrison, 2013) mengemukakan bahwa, penguasaan bahasa adalah pembawaan lahir pada semua anak tanpa memandang budaya dan agamnya.
Dari uraian dan pendapat para ahli di atas dapat dikatakan bahwa literasi anak usia dini adalah kemampuan yang dimiliki oleh anak terkait dengan kemampuan membaca dan menulis. Pengenalan literasi anak usia dini adalah suatu proses aktivitas yang memperkenalkan kemampuan membaca, menulis pada anak usia dini; tanpa adanya unsur intimidasi bagi anak untuk mengetahui secara sempurna seperti orang dewasa tetapi membelajarkan lietrasi tersebut sesuai dengan usia atau fase-fase perkembangannya. Pengenalan literasi awal pada anak usia dini dilakukan dengan cara yang menyenangkan sehingga anak tidak merasa jenuh, untuk membelajarkan sesuatu hal yang bermakna bagi eksistensinya.






B.  Prinsip Pembelajaran Literasi Pada AUD
Menurut Kern (2000) Terdapat tujuh prinsip pendidikan literasi diantarannya yaitu: Pertama; Literasi melibatkan interpretasi; Penulis/pembicara dan pembaca/pendengar berpartisipasi dalam tindak interpretasi, yakni: penulis/pembicara menginterpretasikan dunia (peristiwa, pengalaman, gagasan, perasaan, dan lain-lain), dan pembaca/pendengar kemudian mengiterpretasikan interpretasi penulis/pembicara dalam bentuk konsepsinya sendiri tentang dunia.
Kedua;  Literasi melibatkan kolaborasi; Terdapat kerjasama antara dua pihak yakni penulis/pembicara dan pembaca/pendengar. Kerjasama yang dimaksud itu dalam upaya mencapai suatu pemahaman bersama. Penulis/pembicara memutuskan apa yang harus ditulis/dikatakan atau yang tidak perlu ditulis/dikatakan berdasarkan pemahaman mereka terhadap pembaca/pendengarnya. Sementara pembaca/pendengar mencurahkan motivasi, pengetahuan, dan pengalaman mereka agar dapat membuat teks penulis bermakna.
Ketiga; Literasi melibatkan konvensi; Orang-orang membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara itu ditentukan oleh konvensi/kesepakatan kultural (tidak universal) yang berkembang melalui penggunaan dan dimodifikasi untuk tujuan-tujuan individual. Konvensi disini mencakup aturan-aturan bahasa baik lisan maupun tertulis.
Keempat; Literasi melibatkan pengetahuan kultural; Membaca dan menulis atau menyimak dan berbicara berfungsi dalam sistem- sistem sikap, keyakinan, kebiasaan, cita-cita, dan nilai tertentu. Sehingga orang- orang yang berada di luar suatu sistem budaya itu rentan/beresiko salah/keliru dipahami oleh orang-orang yang berada dalam sistem budaya tersebut.
Kelima; Literasi melibatkan pemecahan masalah; Karena kata-kata selalu melekat pada konteks linguistik dan situasi yang melingkupinya, maka tindak menyimak, berbicara, membaca, dan menulis itu melibatkan upaya membayangkan hubungan-hubungan di antara kata-kata, frase- frase, kalimat-kalimat, unit-unit makna, teks-teks, dan dunia-dunia. Upaya membayangkan, memikirkan, mempertimbangkan ini merupakan suatu bentuk pemecahan masalah.
Keenam; Literasi melibatkan refleksi dan refleksi diri; Pembaca/pendengar dan penulis/pembicara memikirkan bahasa dan hubungan- hubungannya dengan dunia dan diri mereka sendiri. Setelah mereka berada dalam situasi komunikasi mereka memikirkan apa yang telah mereka katakan, bagaimana mengatakannya, dan mengapa mengatakan hal tersebut.
Ketujuh; Literasi melibatkan penggunaan bahasa; Literasi tidaklah sebatas pada sistem-sistem bahasa (lisan/tertulis) melainkan mensyaratkan pengetahuan tentang bagaimana bahasa itu digunakan baik dalam konteks lisan maupun tertulis untuk menciptakan sebuah wacana/diskursus




C.  Kemampuan membaca dan menulis anak usia dini

1.        Kekmampuan membaca anak usia dini
Membaca merupakan salah satu fungsi tertinggi otak manusia dari semua makhluk hidup yang ada di dunia ini, karena pada dasarnya hanya manusia dapat membaca.  Secara sederhana Abidin (2013) menjelaskan membaca merupakan sebagai proses membunyikan lambang tertulis. Dalam pengertian tersebut ia mengemukakan bahwa membaca sering disebut sebagai membaca nyaring atau membaca permulaan. Membaca juga dapat dikatakan sebagai proses untuk mendapatkan informasi yang terkandung dalam suatu teks bacaan untuk memperoleh pemahaman atas bacaan tersebut.
Hal serupa yang disampaikan oleh Harjasujana & Mulyati (1988) menjelaskan bahwa membaca merupakan terjemahan lambang, grafik, ke dalam bahasa lisan. Mambaca pula dapat dikatakan sebagai memberikan reaksi karena dalam membaca seseorang terlebih dahulu melaksanankan pengematan terhadap huruf sebagai representasi bunyi,  ujaran ataupun tanda bunyi lainnya. Riset lebih lanjut mengatakan bahwa anak yang terbiasa membaca, atau dibacakan buku sejak kecil, cenderung memiliki kemampuan matematika lebih baik (Depdiknas RI, 2004). Hubungan membaca dan kemampuan akademik ini tidak ada kaitannya dengan kemampuan ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua.
Menurut hemat (Subiyantoro, 2012) mengemukakan bahwa membaca merupakan fungsi yang paling penting dalam hidup dan dapat dikatakan bahwa semua proses belajar disarankan untuk membaca.  Anak-anak mulai dapat membaca satu kata ketika ia berusia 1 tahun, membaca kalaimat ketika berusia 2 tahun, dan sebuah buku selama 3 tahun ke atas dan mereka sudah mulai menyukai buku. Menurut Nutrbrown & Clough (2015) mengemukakan bahwa anak-anak membaca dan memahami kalimat sederhana. Mereka menggunakan pengetahuan fonik untuk menguraikan kata-kata biasa dan membacanya secara keras-keras dengan tepat. Mereka juga bisa membaca kata namun kerap tidak beraturan. Anak-anak menunjukan tingkat kemahaman saat mereka berbicara dengan orang lain mengenai apa yang mereka baca.
Menurut Suyadi (2010) mengemukakan bahwa anak-anak mengembangkan kemampuan membaca dengan cara yang sangat menakjubkan. Pada anak usia dua sampai 5 tahun setiap anak memiliki perkembangan yang cukup rawan. Tiga tahun pertama dalam kehidupan anak merupakan sebagai periode yang paling sensitive yang akan berpengaruh di kehidupan anak dimasa yang akan datang. Lebih lanjut Subyantoro (2012) mengemukakan bahwa mengenalan dan membelajarkan membaca bagi anak usia dini dapat dilakukan dengan melalui aktivitas bermain. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa untuk menstimulai perkembangan membaca anak orang tua dapat membuat kartu huruf dan dapat dilanjutkan dengan suku kata dan kata. Belajar membaca pada anak usia dini akan membawa dampak positif bagi perkembangan mereka. Pengenalan kartu huruf, kartu kata sejak usia dini menjadikan otak mereka lebih terasah, karena pada usia mereka orat lebih mudah untuk menyerapkan sesuatu.
Lebih lanjut hasil riset menegaskan bahwa membaca nyaring memiliki pengaruh positif lain, seperti mempererat hubungan kasih- sayang orang tua dan anak, mengenalkan anak pada bahasa lisan dan tulis, meningkatkan kemampuan berbahasa anak, membuat anak menikmati dunia belajar sebagai hiburan, dan sekaligus memperluas wawasan dan pengetahuan mereka (Depdiknas RI, 2004). Didukung oleh pendapat Subyantoro (2012) mengemukakan bahwa tujuan membelajarkan bahasa kepada anak adalah membaca untuk belajar atau dengan perkataan lain membaca untuk kesenangan.
Glenn (Jasmansyah, 2008) berpendapat bahwa kemampuan membaca sudah dapat diajarkan pada balita, dan bahkan akan jauh lebih efektif  daripada sudah memasuki usia 6 tahun. Anak-anak dapat membaca sebuah akata ketika mereka berusia satu tahun, sebuah kalimat ketika berusia dua tahun dan merekapun sangat menyukianya.
Penelitian Longitudinal yang dilakukan oleh Well (Nutbrown & Clough, 2015) menyampaikan bahwa sarana yang terbaik untuk memprediksikan kecakapan membaca anak usia dini adalah  pengukuran melalui kemampuan anak dalam pengetahuan membaca dan meulis di sekolah.  Lebih lanjut, iamengemukakan bahwa hal terpenting dalam pencapaian kemampuan membaca dan menulis anak dimasa yang akan datang adalah mendengarkan cerita yang dibacakan keras-keras.
Dari berbagi pendapat di atas dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca merupakan seluruh aktivitas yang dilakukan oleh anak untuk membunyikan lambang bilangan. Pembelajaran membaca dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh anak usia dini untuk memcapai keterampilan membaca dibawah arahan, bimbingan dan motivasi guru. Pembelajaran membaca pada anak usia dini bukan semata-mata dilakukan agar siswa mampu membaca melainkan sebuah proses yang melibatkan seluruh aktivitas visual dan kognisi siswa dalam memproduksi sebuah bacaan dengan membunyikan lambang.

2.      Kemampuan Menulis Anak usia dini
Dalam sudut pandang yang sederhana menulis dapat diartikan sebagai proses menghasilkan lambang bunyi. Menurut Abidin (2015) menulis adalah sebuah proses berkomunikasi secara tidak langsung antara penulis dan pembacanya. Dengan perkataan lain bahwa menulis merupakan segenap kegiatan seseorang mengungkapan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pemabaca untuk dipahami.
Lebih lanjut Oxford Learners Pocket Dictionary, 2005: Writing ismark letters or numbers on a surface with a pen or pencil, put information, greetings, etc in a letter and then send it to.

Menurut Suyadi (2010) Menulis merupakan tahap akhir dari kemampuan literacy. Kemampuan menulis pada anak usia dini awalnya diindentikan dengan cakar ayam. Hal ini wajar karena pada dasarnya anak baru bisa memegang krayon, tongkat, dan lain sebagainya.  Kemampuan menulis pada anak usia dini tidak boleh berpusat pada pembenahan pada tulisan anak, melainkan pada susunan huruf menjadi kata, dan menyusun kata menjadi kalimat. Dengan demikian masa awal anak belajar menulis  adalah membuat kata dan kalimat menjadi tulisan cakar ayam.
Dalam bukunya Morrison (2012) mengemukakan bahwa proses membaca dan menulis pada anak usia dini dipandang sebagai proses alami ; menulis bagi anak usia dini merupakan  proses yang diikuti oleh anak secara alami jauh sebelum mereka bersekolah. Lebih lanjut ia mengaktakan bahwa kemampuan membaca dan menulis merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional yang penting tidak hanya bagi anak usia dini tetapi bagi semua orang.
Sependapat yang disampaikan oleh Nutbrown & Clough (2015) mengemukakan bahwa kemampuan menulis pada anak usia dini merupakan termasuk mendorong anak usia dini untuk mengaitkan suara dalam bentuk tulisan; atau dengan perkataan lain bahwa menulis pada anak usia dini adalah proses untuk menghasilkan lambang bunyi. Lebih lanjut ia mengemukakan bahwa anak usia dini terrus diberikan akses untuk mampu mengembangkan kemampuan membaca dan menulis.  Pada dasarnya anak-anak menggunakan pengetahua fonik mereka untuk menulis kata-kata dengan cara yang sesuai dengan bunyi huruf. Anak-anak mampu menuliskan sebuah kat-kata dengan cara yang tidak beraturan.
Clay, Ferreiro dan Teberosky dalam (Cristhiani, 2013) membagi tahapan menulis atas empat tahap yaitu tahappertama, scribbling stage yaitu tahap anak dengan ciri menulis dimulai dengan mencoret, coretan hanya memberi tanda acak pada kertas. Anak mulai membentuk beberapa garis (tanda ke atas dan kebawah di atas) seperti menulis dan berisi bagian utama coretan di dalam kotak. Coretan ini mengidentifikasikan kemampuan anak dalam mengontrol alat tulis dan peningkatan pengetahuannya terhadap bentuk kertas.
     Tahap kedua yaitu linear repetitive stage. Tahap ini ditandai dengan anak mulai menulis biasanya dalam bentuk garis horizontal dan huruf-huruf yang terpisah- pisah dalam garis buku. Anak dapatmelihat hubungan kongkrit antara kata- kata dan bentuknya. Orang dewasa dapat memberi contoh menulis pada anak dan memberi kesempatan anak untuk mengamati tentang tulisan yang digunakan dengan berbagai jalan, memberi dukungan pada coretan anak dan mulai mempertontonkan bentuk permulaan huruf pada anak.
Tahap ketiga yaitu random-letter stage. Pada tahap ini anak belajar bahwa bentuk-bentuk dapat dikatakan sebagai huruf. Anak dapat menggunakannya secara acak untuk menyampaikan kata atau kalimat pada orang lain. Kadang kala anak memproduksi garis huruf yang tidak sesuai dengan suara dari kata yang ditulisnya karena ingatan akan bentuk huruf pada anak sangat terbatas. Pada tahap ini, anak membuat huruf yang ia kenal (biasanya huruf-huruf dalam namanya) secara acak untuk menyampaikan maksud pada orang lain. Penting untuk diingat bahwa jika anak tidak dapat mengkomunikasikan pesannya dalam bentuk tulisan kepada orang lain, pendidik harus memotivasi anak untuk belajar menyampaikan isi tulisannya secara alami walaupun tidak seperti yang diamati. Pada tahap ini, anak butuh orang dewasa disekitamya untuk merespon secara intensif terhadap tulisannya, bukan mengoreksi bentuknya sesuai atau tidak dengan huruf-huruf yang ada. Jika orang dewasa disekitamya memuji hasil tulisannya dan menekankan bahwa tulisannya penting maka keterampilan menulis anak akan berkembang.
Tahap keempat yaitu letter-name or phonetic writing. Pada tahap ini anak mulai membuat hubungan antara huruf dan suara. Permulaan tahap ini disebut sebagai letter-name writing karena anak menulis huruf yang nama dan bunyinya sama.. Di akhir tahap ini, anak lebih ahli menulis dengan berbagai bentuk, seperti mahir dalam memberi jarak dalam kata. Anak membutuhkan waktu untuk berlatih menulis dan membaca kembali tulisannya, maka tulisannya akan lengkap sesuai dengan ejaannya.




D.  Stimulasi perkembangan literasi (membaca & menulis) anak usia dini
Tidak bisa dipungkiri saat ini banyak ahli PAUD yang memandang pentingnya pengenalan literasi (membaca dan menulis) pada anak usia dini. Menurut Suyadi (2010) mengemukakan bahwa kemampuan litreasi dapat diperkenalkan atau diajarkan kepada anak usia dini sejak anak berada dalam kandungan. Berikut adalah uraian stimulasi perkembangan lieterasi pada anak usia dini untuk mengembangkan kemampuan literasi sebagi berikut:
a.       Bayi (Infants); sejak dalam kandungan idealnya anak mampu distimulasi atau diperkenanlkan berbagai aktivitas yang mendorong anak untuk mengembangkan kemampuan literasi. Kegiatan membaca dan menulis pada anak usia dini merupakan bukan kegiatan yang dalam artian orang dewasa.  Pembelajaran literai pada anak usia bayi McGee dan Purcell-Gates (Abidin, 2015) menyebutkan bahwa perkembangan literasi berisi dua periode waktu, secara rinci dimulai dari lahir sampai usia lima tahun dan dari usia lima tahun sampai dengan menjadi pembaca yang mandiri (konvensional).
Pengenalan literasi bisa dilakukan pada saat ia berbaring, tengkurang atau duduk.  Bahkan di atas tempat tidur anak di taruhkan buku-buku berwarna (full colour) atau orang tua membacakan ia cerita.  Karena pada dasarnya menurut. Perlu diketahui bahwa pengenalan literasi pada bayi kita hanya sebatas memperkenalkan saja bukan memaksa anak untuk menghafal.
b.      Toddlers (2-3 tahun); Pada dasarnya Toldders sangat gemar akrab dengan buku. Jika stimulasi di atas berhasil anak-anak akan mempunyai kecenderungan untuk menyukai buku.  Beberapa penelitian menunjukan bahwa anak yang sejak dini akrab dengan dunia buku kelak dimasa dewasa ia kan mempunyai minat baca yang tinggi Suyadi (2010). Umumnya pada masa ini anak-anak mulai membaca, gemar memberikan nama pada objek-objek yang ada dalam buku tersebut.
Seiring berjalannya waktu dan bertambahnya kosa kata atau tanda yang dikenali, mulailah memperkenalkan anak untuk membaca tetapi bukan untuk menghafal. Awal mula kita sendiri yang membacanya dengan suara nyaring terhadap isi buku tersebut. suara nyaring dan intonasi yang tepat merupakan langkah yang paling strategis menstimulai pendengraan anak.
c.   Anak usia 3- 6 tahun; Pada tahap ini menurut Suyadi (2010) kesenangan anak terhadap buku cerita mulai meningkat tajam. Walaupun demikian pada tahap ini anak masih menyukai buku-buku cerita yang masih banyak ilustrasi gambar-gambar, dan warnah-warna cerah. Karena pada hakikatnya menurut Kaderavek (2002) mengatakan bahwa periode literasi anak mulai dari lahir sampai dengan usia enam tahun.  Dengan demikian pemberian literasi yang paling bagik bagi anak pada tahap ini adalah membacakan cerita, kisah membacakan dongengCara lain adalah meminta anak menceriatakan ulang dinging atau cerita tersebut walaupun tidak selengkap cerita aslihnya.  Selain membacakan dongeng langkah selanjutnya membelajarkan literasi adalah dengan menyusun kata-kata bersajak.

B.  Hasil Penelitian Yang Relevan
Hasil Penelitian relevan sebelumnya yang sesuai dengan penelitian adalah penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang peran orang tua dalam proses pengembangan literasi dini pada anak usia dini di PAUD KASIH IBU.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dengan memakai pendekatan fenomologi.  Fenomologi digunakan agar dapat diketahui sejauh mana peran orang tua dalam mengenalkan  membaca dan menulis anak-anak yang ada di PAUD KASIH IBU.











BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.  Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian etnografi ini di harapkan agar orang tua dapat ikut berperan serta dalam proses pengenalan membaca dan menulis pada anak-anak di PAUD KASIH IBU sehingga anak- anak di PAUD ini memiliki kemampuan membaca dan menulis yang baik.

B.  Tempat dan Waktu Penelitian
      1.  Tempat                    :  Penelitian ini dilaksanakan di PAUD KASIH IBU yang beralamat di Jl.  Kramat Pulo Dalam gg.23 No.53C Rt.007/RW.08 Jakarta Pusat
       2.  Waktu                       :  Penelitian ini dilakukan pada semester 1 mulai bulan Agustus sampai Oktober 2017

C.  Latar Penelitian
      Latar Penelitian ini berdasarkan pada pengamatan penulis yang melihat adanya perbedaan dalam  kemampuan  membaca dan menulis anak di PAUD KASIH IBU, sehingga penulis ingin mengetahui sejauh mana peran orang tua terhadap pengenalan membaca dan menulis anak.


D.  Metode Penelitian
      Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.  Sukardi (2003 : 19) menjelaskan bahwa kualitatif adalah penelitian berdasarkan mutu atau kualitas dari tujuan sebuah penelitian .  Penelitian kualitatif adalah penelitian yang didesain secara umum yaitu penelitian yang dilakukan untuk objek kajian yang tidak terbatas dan tidak menggunakan metode ilmiah menjadi patokan.
      Sedangkan metode penelitian etnografi biasanya memfokuskan penelitian pada suatu masyarakat (tidak selalu secara geografis, juga memerhatikan pekerjaan, pengangguran, dan masyarakat lainnya).  Penelitian etnografi khusus menggunakan tiga macam pengumpulan data yaitu wawancara, observasi, dokumantasi.  Penelitian ini menggunakan tiga jenis data :  kutipan, uraian dan kutipan dokumentasi menghasilkan dalam suatu produk :  Uraian naratif.
      Penelitian kualitatif yang digunakan bertitik balik pada sejauh mana orang tua dalam hal ini ibu mempunyai peran dalam pengenalan proses membaca dan menulis anak.
      Adapun langkah – langkah penelitian penulis melakukan :  Wawancara , observasi dan dokumentasi.  Semua di fokuskan ke arah mendapatkan kesatuan data dan kesimpulan.



E.  Data Dan Sumber Data
      Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data wawancara dengan orang tua murid dan melakukan observasi terhadap anak- anak dalam kemampuan membaca dan menulisnya.
      Sumber – sumber data yaitu :  Anak dan Orang tua murid PAUD KASIH IBU
      Objek penelitian  adalah       :  kemampuan anak dalam membaca dan menulis

F.  Tehnik Pengumpulan Data
      Tehnik pengumpulan data adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh data yang memenuhi standar data yang telah ditetapkan.  Tehnik pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut :
      1.  Observasi
           Observasi dilakukan untuk mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap kemampuan anak dalam membaca dan menulis.  Pengamatan dan pencatatan dilakukan di PAUD KASIH IBU
     
      2.  Wawancara
           Wawancara sebagai media untuk mengumpulkan informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.  Penelitian kualitatif sering menggabungkan tehnik observasi partisipatif dengan wawancara mendalam.  Wawancara dilakukan pada beberapa wali murid PAUD KASIH IBU secara personal. 

3. Dokumentasi
           Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui arsip, buku tentang teori, pendapat dalil/hukum dan lain-lainnya yang berhubungan dengan masalah penelitian.  Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara  dalam penelitian kualitatif, yaitu data wawancara.

G.  Pemeriksaan Keabsahan Data (Triangulasi)
      Guna meningkatkan pemahaman penelitian terhadap apa yang ditemukan, peneliti menggabungkan atau mengumpulkan data dan sumber data yang telah ada yaitu data observasi, wawancara, dan dokumentasi.

H.  Tehnik Analisis Data
      1.  Analisis data sebelum di lapangan sebagai fokus penelitian.  Namun demikian fokus penelitian ini masih bersifat sementara dan berkembang setelah peneliti masuk dan selama di lapangan.
      2.  Analisis data di lapangan :  sebelum menganalisis data dilapangan ; Mendeteksi data dengan memilih hal-hal yang pokok, dicari tema dan polanya dengan demikian data yang di reduksi akan terlihat jelas dan mempermudah penelitian untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.
      Penyajian data berbentuk uraian yang bersifat naratif dan kesimpulan dalam penelitian kualitatif ini, merupakan temuan yang sering terjadi di masyarakat, temuan berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas.  Dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar